Archive

Archive for the ‘social’ Category

Masalah kota, masalah kita – rusuh kota, rusuh kita

Wednesday, 24 August 2011 6 comments

Menanggapi kerusuhan di Inggris -yang juga melanda kota dimana kami tinggal di Manchester- saya menulis catatan di bawah ini sebagai reaksi atas berbagai analisis yang gencar muncul di media. Catatan ini saya kirim ke harian Kompas 11 Agustus dan, setelah diedit sana-sini, dimuat tanggal 22 Agustus 2011 (silakan baca di sini). Sebelumnya, juga saya ‘kicau’kan di Twitter, yang diarsip rekan saya mas Suryaden di blognya (di sini).

Selamat menikmati catatan (yang lebih lengkap) ini – semoga berguna.

Read more…

Opening the Black Box: Adoption of Innovations in Voluntary Organisations

Tuesday, 8 December 2009 Leave a comment

I received an email from SSRN today, saying that this paper was on the Top 10 List as of yesterday 8-12-2009. Not a great deal, but still, I’m quite happy. This paper was presented at ISPIM conference in Singapore December 2008 and -after some revisions- was published as Manchester Business School Working Paper No. 576. This paper was submitted to Research Policy, which, very very luckily did not reject it but suggested me to do some revision for resubmission. Of course, for an innovation scholar, the chance to publish in Research Policy (even if it is just a chance!) is too good to miss. Just wish me luck, guys!

Read more…

krisis global tak berdampak ke TKI di inggris? yang bener aja …

Saturday, 7 February 2009 9 comments

siang sampai sore hari ini saya mendapat telepon dari tanah air beberapa kali. kalau tak salah hitung, ada 8 atau 9 kali, dari orang yang berbeda-beda dan dua diantaranya dari media massa. ada kemiripan semua isi telepon itu. awalnya, semua bertanya, “apa benar tak ada dampak krisis ekonomi saat ini di inggris?“. saya jawab, “tidak benar“. lalu saya tanya balik, “kenapa?” lalu dijawab, “kompas yang bilang itu“. saya menukas, “ngawur itu. sudah pasti kompas salah.” lalu ditanggapi lagi, “lha ini dari wawancara mereka yang bekerja di ingris kok“. lalu saya menukas lagi, “lha yang diwawancarai yang nggak ngerti situasinya.” lalu yang bikin saya shock, “lha bukannya kamu juga diwawancarai?”

Read more…

masih soal RUU pornografi

Wednesday, 17 September 2008 20 comments

di bawah ini statement KWI (konferensi waligereja indonesia) tentang RUU pornografi. saya catat di sini bukan karena saya seorang katolik 🙂 tetapi karena keprihatinan mendalam tentang diskursus pornografi yang kini sudah menjadi “kendaraan politik”.

Read more…

Indonesian CSOs – Formal status as strategy

Sunday, 30 December 2007 1 comment

The survey (of 268 CSOs during this study) shows that 73.13% of respondent CSOs are formally registered organisations. While this may sound strange recognising that many social movement organisations are informal (Crossley, 2002; Davis et al., 2005; Della-Porta and Diani, 2006), interviews may be able to provide some explanation. The program manager of Yayasan SET explained explicitly that, “in legal terms, all [CSOs] are foundations. What we have [termed as] NGOs, LSMs, CSOs – they are all [legally registered as] foundations” (Kristiawan, interview, 28/10/05). Kristiawan’s explanation confirms findings from previous work. In their attempt to escape from government control, there was a period when many Indonesian CSOs felt it necessary to formally register with the notary as a foundation (yayasan) as this would provide a necessary legal basis for the organisations’ existence and at the same time ‘exempted’ them from current laws aimed at controlling CSOs’ activities (Bunnell, 1996:198; Eldridge, 1995:7-8; Hadiwinata, 2003:95-96).

Read more…

post scriptum

Saturday, 8 December 2007 Leave a comment

It was one day in the mid of May 1998, the year of living dangerously in Indonesia following the prolonged 1997 economic crisis which led to severe socio-political calamity. During the days of riots and mayhem, I found myself on the street of Jakarta with thousands students and social activists, challenging the government to cease power. During a severe attack by military, we were forced back from the famous “Semanggi” bridge in the central Jakarta. A violent strike forced us to retreat and hide, otherwise being targeted by the real bullets. We then hid in the morgue at the Jakarta Hospital near Atmajaya University. To our panicking mind, hiding in the place of dead bodies was the only way to keep safe from the armed military personnel who ran after demonstrators violently. I honestly thought that it would not be long before they found us there.

Read more…

matinya akal sehat – RUU Pornografi

Thursday, 6 December 2007 31 comments

saya mendapat posting RUU pornografi di bawah ini dari seorang kawan. RUU ini barusaja diserahkan oleh DPR pada pemerintah, yang setelah mengeluarkan draft RUU sandingan dan membahasnya dengan DPR, akan mengesahkannya. jika anda merasa ada yang tidak beres dengan RUU ini, bersuaralah!

Read more…

On Civil Society

Saturday, 10 February 2007 1 comment

B. Herry-Priyono, an Indonesian scholar, writes this extremely interesting article in The Jakarta Post, scrutinising what is prevailed as ‘civil society’, especially in the current context of Indonesia. Intellectually inspiring, and provoking. Enjoy!

Read more…

Belajar dari Inggris – Integrasi budaya kaum minoritas

Saturday, 12 August 2006 3 comments

Opini Media Indonesia, 12 Agustus 2006

Yanuar Nugroho

Tanggal 7/8/06 Channel 4 televisi Inggris menayangkan dokumentari kontroversial berjudul What Muslims want (Apa yang diinginkan kaum muslim).

Dokumentari ini disusun berdasarkan survei yang dilakukan oleh NOP kepada seribu orang muslim di Inggris secara acak-sistematis untuk menjawab pertanyaan: sejauh mana orang-orang muslim di Inggris menjadi ancaman bagi negara dan nilai-nilai yang dianut di Inggris selama ini?

Read more…

Memikir ulang prioritas

Thursday, 15 June 2006 Leave a comment

MIMBAR – Mingguan Hidup, Juni 2006

Yanuar Nugroho

Beberapa hari setelah gempa melanda Yogya, saya terlibat dalam pembicaraan intensif jarak jauh melalui telepon dengan seorang sahabat karib. Ia menjadi relawan yang bersama timnya tengah membantu menangani korban di salah satu Paroki dan ia mengamati kejadian yang mengejutkannya: dia melihat Gereja setempat memprioritaskan umat Katolik untuk mendapatkan bantuan, sedangkan yang lain didiskriminasikan. Merasa galau melihat hal itu, ia meminta bantuan saya untuk mengangkat persoalan ini.

Read more…

Mencerna Kondisi Sosial Dunia

Thursday, 15 September 2005 1 comment

Media Indonesia – OPINI – 15 September 2005

Yanuar Nugroho

MUNGKIN karena riuh rendah persoalan ekonomi, politik, dan sosial di Tanah Air hari-hari ini, banyak dari kita tak tahu saat PBB merilis laporannya 25 Agustus lalu.

Padahal, laporan berjudul The World Social Situation: Inequality Predicament (‘Situasi Sosial Dunia: Parahnya Ketimpangan’) ini amat penting untuk diketahui. Mengapa?

Read more…

Melawan Neoliberalisme

Wednesday, 2 February 2005 1 comment

Media Indonesia – OPINI – 2 Pebruari 2005

Catatan: Versi yang dimuat di Media Indonesia (di link ini) sangat buruk editingnya, sehingga merubah banyak makna dan membingungkan. Posting ini adalah versi aslinya.

Yanuar Nugroho

Perhelatan itu baru saja usai. Forum Sosial Dunia (World Social Forum) yang kelima diselenggarakan di Porto Alegre, Brasil (26-31 Jan 2005) dan dihadiri oleh ribuan aktivis LSM dari seluruh dunia (termasuk belasan dari Indonesia). Di perhelatan itu, 11 tema besar diusung dan digagas dalam ratusan lokakarya dan seminar paralel. Intinya satu, mendengungkan dan mendesakkan cita-cita “Another world is possible” – bahwa sebuah dunia yang lain, yang lebih adil dan damai, itu mungkin.

Read more…

Kriteria Pemimpin Kita – Membela yang Tersisih (Bagian Terakhir)

Monday, 3 May 2004 Leave a comment

TEROPONG – Mingguan Hidup, Mei 2004

oleh Yanuar Nugroho

Catatan: Penulisan artikel bersambung ini diperkaya dalam berbagai diskusi di komunitas Uni Sosial Demokrat dan Forum Masyarakat Merdeka di Jakarta, Bogor, Bandung, Solo, Yogyakarta dan Surabaya. Catatan ini telah dirumuskan dalam bentuk kampanye penyadaran publik sebagai bahan pendidikan pemilh (voters education) bagi masyarakat akar rumput dan masyarakat basis. Terima kasih kepada Bp. Bambang Warih Koesoema, Sdr. Joannes Joko, Sdri. Esti Wulandari, Sdr. Jati Kuswardono, Sdr. DJ. Patrick Pello dan Sdr. Julius Bagus yang membantu mempertajam rumusan ini.

Bocah itu baru 12 tahun. Namanya Haryanto. Tinggal dan bersekolah di sebuah desa kecil di Garut, Jawa Barat, kelas 6 SD. Tak ada yang istimewa darinya. Ia hanya satu dari sekian juta anak-anak Indonesia yang sering dilupakan. Di bulan Agustus 2003, ia mengejutkan kita dengan kenekadannya menggantung diri dengan seutas tali jemuran. Ia mencoba bunuh diri, karena merasa sangat malu ibunya tak mampu memberi uang Rp 2.500 yang dibutuhkan untuk membayar kegiatan tambahan di sekolah yaitu membuat sulaman burung. Ketika ibunya ditanya, jawabnya “Di hari naas itu, saya hanya mendapat uang belanja Rp 7.000 dari suami saya. Itu pun sudah habis untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Mana ada sisa untuk membayar biaya praktek sulaman burung?” Kita pun terpana: sebuah keluarga dengan sejumlah anak, hidup dengan Rp 7.000 sehari. Kira-kira sama dengan tingkat hidup kaum marhaen di jaman Belanda dulu. (Radio 68H, Tajuk, 25 Agustus 2003)

Read more…

Kriteria Pemimpin Kita – Membangun Demokrasi (Bagian Pertama)

Monday, 3 May 2004 Leave a comment

TEROPONG – Mingguan Hidup, Mei 2004

oleh Yanuar Nugroho

Catatan: Penulisan artikel bersambung ini diperkaya dalam berbagai diskusi di komunitas Uni Sosial Demokrat dan Forum Masyarakat Merdeka di Jakarta, Bogor, Bandung, Solo, Yogyakarta dan Surabaya. Catatan ini telah dirumuskan dalam bentuk kampanye penyadaran publik sebagai bahan pendidikan pemilh (voters education) bagi masyarakat akar rumput dan masyarakat basis. Terima kasih kepada Bp. Bambang Warih Koesoema, Sdr. Joannes Joko, Sdri. Esti Wulandari, Sdr. Jati Kuswardono, Sdr. DJ. Patrick Pello dan Sdr. Julius Bagus yang membantu mempertajam rumusan ini.

Sampai tulisan ini ditulis, KPU belum juga selesai melakukan penghitungan suara. Padahal, menurut jadwal semula (KPU, 2003), 7 Mei 2004 ini adalah batas waktu pencalonan pasangan presiden dan wakilnya. Maka tak heran kalau pelaksanaan Pemilu membawa optimisme sekaligus skeptisme di tengah-tengah kita. Yang optimis buru-buru mengatakan sebagai ‘demokratis’ berjalan ‘lancar dan transparan’, merasa proses ini menyelamatkan negara dari kehancuran. Yang skeptis, sebaliknya, buru-buru menyatakan sikapnya menolak hasil Pemilu dan bahkan melihat matinya proses reformasi karena “
proses politik yang sedang berlangsung tidak berwibawa dan tidak berdasarkan aspirasi rakyat.” (Kompas, 7 April 2004).

Read more…

Wakil Rakyat

Friday, 9 April 2004 1 comment

TEROPONG – Mingguan Hidup, April 2004

oleh Yanuar Nugroho

mBah Kromo, sebut saja demikian namanya, 72 th, terpekur di bilik suara aluminium yang lebarnya hanya 60cm itu. Ia nampak bingung membolak-balik keempat kertas suara yang lebih panjang (80cm) dari lebar biliknya. Lebih dari 10 menit ia di dalam bilik hingga membuat khawatir petugas KPPS, sebelum akhirnya keluar dengan senyum lebar, memasukkan keempat kertas suara di keempat kotak yang tersedia di TPS 014 di Kelurahan Gandekan Tengen, Kecamatan Jebres, Solo. Waktu duduk kembali di sebelah saya untuk sekedar istirahat, saya tanya beliau dalam bahasa Jawa, “Mbah, kok tadi lama sekali di dalam bilik?” Jawabnya, “Wah, lha saya bingung mau milih yang mana. Maka tadi semua nama saya coblosi, biar adil, biar semua kepilih. Yang penting kan milih wakil rakyat, to”. Memahami kompleksitas perkara ‘wakil rakyat’ ini, saya hanya tersenyum.

Read more…

Social economic rights need more understanding

Thursday, 4 December 2003 Leave a comment

Headlines – The Jakarta Post, Thursday, December 04, 2003

Yanuar Nugroho

Look at this time-series data on evictions in Jakarta, compiled and processed by the Jakarta Social Institute (ISJ) and the Jakarta Residents’ Forum (Fakta). First, during 2001, the Jakarta municipality, in the name of law and order, evicted the urban poor 99 times.

Read more…

21st-century crusade to reduce world poverty

Friday, 17 October 2003 Leave a comment

The Jakarta Post – Headline News, 17 October 2003

by Yanuar Nugroho

In spite of the development of agriculture, scientific knowledge and modern technology, the wealth of the poorest group has actually fallen. The United Nations Development Program (UNDP) this year reports that more than 1.2 billion people across the world — two-thirds of them women — live in crushing poverty, and face difficult access to food, safe water, sanitation, basic education and health services.

Read more…

Parpol 2004: Menuju Matahari Terbenam

Wednesday, 1 October 2003 Leave a comment

TEROPONG – Mingguan Hidup, Oktober 2003

oleh Yanuar Nugroho

Baru saja diumumkan bahwa 34 partai politik (parpol) lolos verifikasi untuk ikut dalam pemilu 2004. Entah berapa lagi yang akan lolos, atau justru gugur, bukanlah inti soalnya. Melainkan, apakah para parpol tersebut cukup visioner sebagai penyambung lidah aspirasi rakyat –atau setidaknya, konstituennya? Mari kita lihat secuplik data.

Read more…

Kepemilikan Intelektual – Saat Manusia Bermain sebagai Tuhan

Friday, 12 September 2003 1 comment

TEROPONG, Mingguan Hidup, September 2003

oleh Yanuar Nugroho

Saat ini, uang menentukan hidup mati seseorang. Makin sedikit anda punya uang, makin sedikit pula kesempatan anda untuk hidup di bumi ini. Suka atau tidak, ini sebuah fakta. Setidaknya, kini kita hidup dalam sebuah dunia dimana mati atau hidup bukan lagi sesuatu yang ‘alamiah’, melainkan ‘bisa dibuat’.

Read more…

Tragedi Pendidikan Kita

Wednesday, 2 July 2003 Leave a comment

TEROPONG – Mingguan Hidup, Juli 2003

oleh Yanuar Nugroho

Mereka yang peduli akan sistem pendidikan di negara ini berpikir sangat keras hari-hari ini. Setelah fakta tragis pengesahan UU Sisdiknas secara tidak demokratis yang membawa berbagai kontroversi, setidaknya ada dua fakta lain mengemuka.

Read more…