Archive

Archive for September, 2008

pesan akhir puasa dari vatikan

Tuesday, 30 September 2008 1 comment

DEWAN KEPAUSAN UNTUK DIALOG ANTAR AGAMA
Kristiani dan Muslim: Bersama untuk Martabat Keluarga


Pesan akhir bulan Ramadhan –
menyambut Idul Fitri 1429H/2009AD

Saudara-saudari Umat Muslim,

1. Dengan semakin mendekatnya akhir bulan Ramadan, dan mengikuti tradisi yang kini sudah sangat mapan, dengan senang hati saya menyampaikan ucapan selamat dari Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama. Selama bulan ini orang-orang Kristen yang akrab dengan Anda telah turut mengambil bagian dalam pengheningan refleksi Anda dan dalam perayaan-perayaan keluarga Anda. Dialog dan persahabatan semakin diperkokoh. Puji Tuhan!

2. Sebagaimana yang terjadi di masa lampau, perjumpaan persaudaraan ini juga memberi kita suatu kesempatan untuk mengadakan refleksi bersama tentang pokok pembicaraan timbal-balik yang akan semakin memperkaya hubungan kita satu sama lain dan semakin membantu meningkatkan saling pengenalan kita, baik menyangkut nilai-nilai yang dapat kita nikmati bersama, maupun menyangkut perbedaan-perbedaan di antara kita. Tahun ini kami ingin mengangkat ikhwal Keluarga.

3. Satu dari dokumen-dokumen Konsili Vatikan Kedua, yakni Gaudium et Spes, yang mengupas perihal keberadaan Gereja di dunia modern, menegaskan: ”Keselamatan pribadi maupun masyarakat manusiawi dan Kristiani erat berhubungan dengan kesejahteraan rukun perkawinan dan keluarga. Maka umat Kristiani, bersama dengan siapa saja yang menjunjung tinggi rukun hidup itu, dengan tulus hati bergembira tentang pelbagai upaya, yang sekarang ini membantu orang-orang untuk makin mengembangkan rukun cinta-kasih itu dan menghayatinya secara nyata, dan menolong para suami-isteri serta orangtua dalam menjalankan tugas mereka yang luhur. Lagi pula mereka memang mengharapkan manfaat yang lebih besar lagi dari padanya, dan berusaha untuk meningkatkannya” (no 47).

4. Penegasan itu mengingatkan kita dengan tepat sekali, bahwa perkembangan setiap pribadi manusia dan masyarakat, sebagian besar bergantung pada sehatnya keluarga. Berapa banyak orang yang harus memikul, kadang-kadang bahkan untuk seumur hidupnya, beban berat dari luka-luka batin yang diakibatkan oleh latarbelakang keluarganya yang bermasalah atau yang penuh gejolak? Berapa banyak lelaki dan perempuan yang sekarang berada dalam jurang penderitaan karena narkoba dan kekerasan, sedang berusaha dengan sia-sia untuk sampai pada pemulihan dirinya karena trauma yang diderita pada masa kecilnya? Umat Kristiani dan Umat Muslim dapat dan harus bekerjasama untuk menjamin martabat keluarga-keluarga, baik di masa sekarang ini maupun di masa-masa yang akan datang.

5. Umat Kristiani dan Umat Muslim sama-sama menjunjung tinggi martabat keluarga-keluarga. Kita juga telah mendapat banyak kesempatan, baik di tingkat lokal maupun internasional, untuk menjalin kerjasama di bidang ini. Keluarga, di mana ada cinta dan kehidupan, di mana saling menghormati dan keramah-tamahan dijumpai dan diserahalihkan sebagai harta warisan, adalah sungguh-sungguh “sel dasar dari masyarakat”.

6. Umat Kristiani dan Umat Muslim hendaknya tidak pernah boleh ragu-ragu, bukan hanya dalam hal mengulurkan tangan membantu keluarga-keluarga yang berada dalam kesulitan, tetapi juga bekerjasama dengan siapa saja yang mempunyai keprihatinan untuk mendukung stabilitas kedudukan keluarga sebagai sebuah lembaga dan tempat diembannya tanggungjawab orangtua, khususnya di bidang pendidikan. Kiranya hanya satu saja yang ingin saya garisbawahi untuk Anda: Keluarga adalah sekolah pertama di mana seorang belajar untuk menghormati yang lain, dengan memperhatikan sepenuhnya identitas dan perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Kiranya hal itu hanya akan membawa keuntungan bagi dialog antaragama dan penghayatan kewarganegaraan kita.

7. Sahabat-sahabat yang terkasih, menjelang berakhirnya ibadat puasa Anda, saya berharap, bahwa Anda, bersama dengan keluarga Anda dan mereka semua yang karib dengan Anda, dengan mendapatkan pemurnian dan pembaharuan dari melaksanakan ibadat yang sangat dijunjung tinggi dalam agama Anda ini, sungguh akan menikmati kecerahan dan kesejahteraan dalam hidup Anda!

Semoga Allah subhanahu wa taala memenuhi Anda dengan kerahiman dan kedamaianNya.

Jean-Louis Kardinal Tauran
Ketua

Uskup Agung Pier Luigi Celata
Sekretaris

Categories: Uncategorized

selamat idul fitri 1 syawal 1429H

Tuesday, 30 September 2008 6 comments

bagi segenap rekan, sahabat dan kerabat yang beragama islam
kami sekeluarga menghaturkan selamat merayakan hari raya idul fitri 1 syawal 1429h.

semoga sang sumber hidup memberkahi anda sekalian dengan kebahagiaan, kegembiraan, kedamaian dan kepenuhan hidup sejati di hari bahagia ini dan hari-hari selanjutnya.

semoga pula pesan idul fitri ini bergema di hati setiap insan tanpa kecuali: agar kembali fitri, kembali bersih, kembali suci. idul fitri adalah pesan universal agar manusia senantiasa ingat akan fitrahnya yang diciptakan, diberkati dan dipanggil untuk memanusiakan manusia lain dan menjaga martabat kemanusaan itu sendiri.

salam dan hormat kami sekeluarga
ira-yanuar-aruna-nara

ps. gambar diambil dari sini

Categories: Uncategorized

masih soal RUU pornografi

Wednesday, 17 September 2008 20 comments

di bawah ini statement KWI (konferensi waligereja indonesia) tentang RUU pornografi. saya catat di sini bukan karena saya seorang katolik 🙂 tetapi karena keprihatinan mendalam tentang diskursus pornografi yang kini sudah menjadi “kendaraan politik”.

Read more…

masih soal RUU pornografi

Wednesday, 17 September 2008 17 comments

di bawah ini statement KWI (konferensi waligereja indonesia) tentang RUU pornografi. saya catat di sini bukan karena saya seorang katolik 🙂 tetapi karena keprihatinan mendalam tentang diskursus pornografi yang kini sudah menjadi “kendaraan politik”.

nampaknya, walau RUU ini di-walk-out PDI-P dan PDS di DPR dan diprotes ribuan orang, akan jadi UU juga akhir bulan ini. RUU pornografi sudah masuk dalam bamus dan nampaknya akan dipaksakan masuk dalam agenda DPR paripurna berikutnya. sosialisasi akan (sudah?) dilakukan di 3 kota di sulawesi selatan, lalimantan selatan dan maluku pada 12-14 september 2008. memilih sosialisasi pada bulan puasa kelihatannya menjadi pilihan “khusus” pansus untuk mengurangi resistensi penolakan.

nah, jadi, barangkali kita perlu segera menggagas berbagai akibat yang akan timbul secara lebih mendasar ketika RUU ini menjadi UU nantinya. selain itu, setelah akibat hukumnya manifest, saya kira para pihak yang mempersoalkan RUU ini dari awal perlu konsisten karena sebenarnya basis penolakan ini sangat mendasar, yaitu polarisasi ideologi dan politik yang tidak sehat.

update 16:43BST: ada kawan saya barusan mengirim email. dia bercerita bahwa dia ikut jumpa pers penolakan RUU ini di DPR, termasuk sosialisasi di kantor Menneg PP. menurutnya, selalu perbincangan meruncing pada masalah agama. jadi dia mengkonfirmasi apa yang selama ini ditengarai, bahwa memang benar, walau secara penampilan dan redaksional UU ini mungkin “netral”, namun perdebatan yang terjadi nampaknya selalu meruncing ke soal agama. beberapa media dan organisasi juga kerap menyebut bahwa RUU ini jika disahkan akan menjadi “kado ramadhan” yang terindah. bagi saya ini indikasi jelas adanya ideologisasi agama di balik RUU ini. dengan kata lain, mengutip kawan saya itu, “RUU ini bukan dibuat untuk memberantas pornografi, namun untuk memuluskan proyek ideologisasi tertentu.” – sungguh memprihatinkan.

salam,
y

ps. di blog saya yang lain, saya “dihujat” dalam satu post penolakan RUU pornografi. juga mailbox saya dihujani cacian dan makian. tapi tidak apa – saya nikmati saja. lha mau apa, wong ya memang memang baru segitu tahap kedewasaan dan kematangan kita untuk berdiskusi (baca: untuk tidak terjebak pada argumen “basi” dan “idiot” bahwa menolak RUU pornografi ini sama dengan mendukung pornografi … heran, di mana dasar logika ini)

pps. gambar saya “comot” dari blognya mas andreas harsono.

PERNYATAAN SIKAP
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI)
TERHADAP RENCANA PENGESAHAN
RUU PORNOGRAFI OLEH DPR RI

Mencermati perkembangan diskursus tentang Rancangan Undang-undang Pornografi yang dari waktu ke waktu kami pandang kian mengarah kepada KONTROVERSI IDEOLOGIS DAN POLITIS semata, semakin menjauh dari semangat bermusyawarah dalam bingkai negara hukum yang mendasarkan seluruh produk hukumnya pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta melahirkan polarisasi yang tidak sehat dalam masyarakat sehingga sangat berpotensi melahirkan benturan atau bahkan konflik antarwarga masyarakat yang pro dan yang kontra, maka kami menyatakan sikap berikut ini:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA (DPR RI) SEBAIKNYA TIDAK MENGESAHKAN RUU TERSEBUT MENJADI UU.

Dasar pertimbangan kami: pertama, sesuatu rancangan aturan publik yang akan diberlakukan dan mengikat seluruh warga negara dengan sanksi hukum dan masih dijadikan bahan kontroversi (bersifat kontroversial), apabila diputus atau disahkan, itu hanya akan melukai pihak yang DIKALAHKAN. Kedua, kami mendesak agar DPR kembali membuka ruang bersama bagi seluruh komponen masyarakat untuk berproses melalui diskusi-diskusi dan debat publik yang sehat serta dijauhkan dari kepentingan-kepentingan politik sesaat. Penegasan bersama (communal discernment) seluruh lapisan masyarakat adalah sangat penting. Ketiga, sudah banyak aturan hukum mengenai kejahatan pornografi seperti tertuang dalam KUHP, UU Penyiaran, dan produk Undang-undang lainnya yang tidak dilaksanakan secara konsekuen oleh negara; maka lahirnya UU baru tidak serta merta menjamin terlaksananya sebuah penegakkan hukum.

Ada banyak hal yang jauh lebih penting dan mendesak untuk dihatikan oleh para Wakil Rakyat daripada terus menerus berkutat pada agenda pengesahan RUU Pornografi yang jelas-jelas masih mendapatkan kritik tajam serta penolakan dari banyak lembaga dan unsur-unsur masyarakat dengan argumentasi-argumentasi yang cerdas.

Demikianlah pernyataan sikap kami, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) terhadap rencana pengesahan RUU Pornografi tersebut.

Jakarta, 17 September 2008

YR. Edy Purwanto Pr (Sekretaris Eksekutif Komisi Kerawam KWI)
S. Dany Sanusi OSC (Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI)

Categories: Uncategorized

Network Dynamics in the Transition to Democracy: Mapping Global Networks of Contemporary Indonesian Civil Society

Tuesday, 9 September 2008 1 comment

This paper seeks to make transparent the mutually reinforcing relationships between global civil society, democracy and network society, which are often implicit in extant theories. The concept of a ‘global civil society’ cannot be separated from the promotion of democracy. Global civil society itself is one of the most explicit instances of the emergence of network society in the modern age and democracy lies at the very heart of what constitutes a network society. However, very little has been said about how these apparent mutually reinforcing relationships arise. Focusing on the case of Indonesia during the fraught regime change from authoritarianism to democracy, we investigate the role of transnational and national civil society organisation during the periods of pre-reform, reform and post-reform. Using multi-methods, including social network analysis and interviews with civil society activists and networkers, we discover a less encouraging picture of these relationships and conclude that the forging of this virtuous circle has some obvious gaps. We attempt to account for these apparent gaps in this mutually reinforcing relationship in terms of different modes of political participation. We suggest that some forms of ‘chequebook activism’ characterised the global civil society role during an abrupt and bloody regime change.

Read the full paper in the Sociological Research Online (Vol 13 Issue 5) here.

Network Dynamics in the Transition to Democracy: Mapping Global Networks of Contemporary Indonesian Civil Society

Tuesday, 9 September 2008 8 comments

This paper seeks to make transparent the mutually reinforcing relationships between global civil society, democracy and network society, which are often implicit in extant theories. The concept of a ‘global civil society’ cannot be separated from the promotion of democracy. Global civil society itself is one of the most explicit instances of the emergence of network society in the modern age and democracy lies at the very heart of what constitutes a network society. However, very little has been said about how these apparent mutually reinforcing relationships arise. Focusing on the case of Indonesia during the fraught regime change from authoritarianism to democracy, we investigate the role of transnational and national civil society organisation during the periods of pre-reform, reform and post-reform. Using multi-methods, including social network analysis and interviews with civil society activists and networkers, we discover a less encouraging picture of these relationships and conclude that the forging of this virtuous circle has some obvious gaps. We attempt to account for these apparent gaps in this mutually reinforcing relationship in terms of different modes of political participation. We suggest that some forms of ‘chequebook activism’ characterised the global civil society role during an abrupt and bloody regime change.

Read the full paper in the Sociological Research Online (Vol 13 Issue 5) here.

Categories: Uncategorized