menjadi editor tamu di Internetworking Indonesia Journal
Kira-kira pertengahan tahun lalu (2010), Chief Editor jurnal khusus Indonesia “Internetworking Indonesia Journal” (IIJ), pak Thomas Hardjono menghubungi saya. Beliau meminta saya menjadi anggota Technical Editorial Board. Sebuah undangan yang langsung saya sambut dengan antusias (selama ini menjadi reviewer di jurnal lain – mengapa tidak untuk jurnal berorientasi Indonesia? 🙂 ). Lantas tak lama, pak Thomas mengusulkan agar saya dan kolega baik saya, teh Merlyna Lim menjadi editor tamu untuk special issue di IIJ. Sebuah permintaan yang juga langsung saya dan Mer sanggupi.
artikel di journal Foresight Rusia
Saya tak menyangka bahwa tulisan kolaborasi metodologis eksperimentatif menggabungkan Social Network Analysis ke dalam metodologi Foresight yang dimuat di Jurnal “foresight” tahun 2009 kini menjadi banyak didiskusikan. Saya dan co-author saya, Ozcan Saritas, diundang ke banyak konferensi dan seminar untuk mempresentasikan tulisan ini. Nampaknya ketertarikan (dan kritik) banyak orang pada tulisan tersebut terletak pada dua hal: (1) bagaimana kami ‘nekat’ menggabungkan kedua metode tersebut, dan/atau (2) data yang dan temuan yang ‘menghentak’ 🙂
Masalah kota, masalah kita – rusuh kota, rusuh kita
Menanggapi kerusuhan di Inggris -yang juga melanda kota dimana kami tinggal di Manchester- saya menulis catatan di bawah ini sebagai reaksi atas berbagai analisis yang gencar muncul di media. Catatan ini saya kirim ke harian Kompas 11 Agustus dan, setelah diedit sana-sini, dimuat tanggal 22 Agustus 2011 (silakan baca di sini). Sebelumnya, juga saya ‘kicau’kan di Twitter, yang diarsip rekan saya mas Suryaden di blognya (di sini).
Selamat menikmati catatan (yang lebih lengkap) ini – semoga berguna.
krisis global tak berdampak ke TKI di inggris? yang bener aja …
siang sampai sore hari ini saya mendapat telepon dari tanah air beberapa kali. kalau tak salah hitung, ada 8 atau 9 kali, dari orang yang berbeda-beda dan dua diantaranya dari media massa. ada kemiripan semua isi telepon itu. awalnya, semua bertanya, “apa benar tak ada dampak krisis ekonomi saat ini di inggris?“. saya jawab, “tidak benar“. lalu saya tanya balik, “kenapa?” lalu dijawab, “kompas yang bilang itu“. saya menukas, “ngawur itu. sudah pasti kompas salah.” lalu ditanggapi lagi, “lha ini dari wawancara mereka yang bekerja di ingris kok“. lalu saya menukas lagi, “lha yang diwawancarai yang nggak ngerti situasinya.” lalu yang bikin saya shock, “lha bukannya kamu juga diwawancarai?”
awal keruntuhan ..?
membaca berita hari ini tentang disahkannya undang-undang pornografi yang kontroversial oleh dpr, saya hanya bisa menundukkan kepala. setelah berbagai upaya, debat, hingga protes, tampaknya hanya segelintir wakil rakyat yang memahami duduk perkara uu pornografi ini – dan mereka pun tak sanggup menghentikan arus deras mayoritas dewan yang membutakan diri pada realitas bangsa majemuk ini.
masih soal RUU pornografi
di bawah ini statement KWI (konferensi waligereja indonesia) tentang RUU pornografi. saya catat di sini bukan karena saya seorang katolik 🙂 tetapi karena keprihatinan mendalam tentang diskursus pornografi yang kini sudah menjadi “kendaraan politik”.
The Internet and mobilisation of direct action
Among the strategic uses for the internet that Indonesian CSOs carry out is mobilising direct action. A salient example of this is the campaign against violation of human rights, forced disappearances, repression towards labourers and trade unions and campaigns for promoting gender equality, women’s rights, environment sustainability amongst others. The targets are typically government, companies and military bodies. In general, the campaign is performed by submitting an online protest on the web or circulating the issues through various mailing lists asking for support to pressurise government, parliament, military and/or companies to reconsider their actions. Read more…
Teknologi Informasi dan Organisasi Masyarakat Sipil di Indonesia
Studi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di kalangan kelompok/organisasi masyarakat sipil di Indonesia bagi perubahan sosial
DILARANG MENGUTIP.
Studi ini akan terbit sebagai thesis doktoral.
Hubungi saya untuk keperluan kutipan/sitasi tulisan ini.
Download PDF tulisan ini di sini.
Pengantar
Secara umum, studi ini terletak dalam gagasan mengenai ‘studi inovasi’ dan ‘teknologi dan perubahan sosial’. Secara khusus, studi ini mempelajari bagaimana kelompok/organisasi masyarakat sipil (selanjutnya demi hemat kata, disingkat CSO, civil society organisation) menggunakan teknologi informasi, khususnya yang termediasi oleh komputer dan melalui internet (internet-based CMC), untuk mencapai misi dan tujuannya melakukan perubahan sosial.
Belajar dari Inggris – Integrasi budaya kaum minoritas
Opini Media Indonesia, 12 Agustus 2006
Yanuar Nugroho
Tanggal 7/8/06 Channel 4 televisi Inggris menayangkan dokumentari kontroversial berjudul What Muslims want (Apa yang diinginkan kaum muslim).
Dokumentari ini disusun berdasarkan survei yang dilakukan oleh NOP kepada seribu orang muslim di Inggris secara acak-sistematis untuk menjawab pertanyaan: sejauh mana orang-orang muslim di Inggris menjadi ancaman bagi negara dan nilai-nilai yang dianut di Inggris selama ini?
Belajar dari Piala Dunia
TEROPONG – Mingguan Hidup, Juli 2006
Yanuar Nugroho
Menyisakan kontroversi dugaan perilaku rasis salah seorang pemain Italia pada pemain Perancis di pertandingan final, Piala Dunia memang selalu menarik dibicarakan. Di sebuah koran utama di Inggris, The Guardian (9/6/06), Sekjen PBB Kofi Annan menulis betapa cemburunya PBB dengan Piala Dunia. Mengapa? Menurutnya Piala Dunia adalah satu-satunya ajang dunia dimana semua negara, ras dan agama bertemu untuk bertanding dengan fair: sesuatu yang bahkan tidak bisa dicapai oleh organisasi seperti PBB. “Dunia harus belajar dari Piala Dunia”, ujarnya. Dan meski saya bukan penggemar bola, saya setuju dengannya. Setidaknya, dalam beberapa hal berikut.
Business after the tragedy
The Jakarta Post, Opinion & Editorial, 21 October 2002
The world is shocked. Bali and Manado, two areas known for their calmness and peacefulness, were brutally disrupted by deadly explosions. Hundreds are dead and badly wounded. Most of them were overseas tourists — and a shocked world is now an angry world.
Descartes might say: ‘I buy, therefore I am’
THE JAKARTA POST – Opinion and Editorial – July 10, 2002
Have you watched the TV quiz show Who Wants to Be a Millionaire? It is a successful game show that has now been shown in 51 countries, reaping regular audiences of up to 20 million, and shows how much we all desire to share in the capitalist dream. Soap operas showing the rich getting richer, like Dallas or Dynasty, lost their appeal by the 1990s; today many like to believe that wealth is within reach of all of us.
Make our small space a better place to live
Opinion & Editorial – The Jakarta Post, 4 June 2002
Welcome to the world of the multinational corporation (MNC). This is the world where a cultural and economic tsunami has been roaring across the globe and replacing the spectacular diversity of human society with a Westernized version of the good life.
Whether you walk the streets of Paris, New York, Beijing, New Delhi, Canberra, Singapore or even here in Jakarta or Denpasar, the advancement of global economics practiced by most MNCs has introduced a level of commercial culture which is being McDonald’s-ized, in a distinctly homogeneous way.
Fighting the world order to save the earth
Opinion and Editorial – The Jakarta Post, 3 May 2002
Next month Indonesia will host an international conference in Bali. “The Government of the Republic of Indonesia has the honor and great privilege to host the Preparatory Committee meeting at the ministerial level leading to the World Summit on Sustainable Development (WSSD) to be held in Bali from May 27 to June 7, 2002.” That is the message we can find at WSSD’s website, welcoming the Fourth Preparatory Committee (PrepComIV) meeting which is aimed at concluding discussions on far-reaching actions to propel the sustainable development agenda forward.
Sosok Wong Solo
Sebuah Perspektif Wacana Gelar Budaya Surakarta I
(Tulisan ini dikirimkan ke Harian Solopos pada tanggal 20 Agustus 2000, sebelum saya bertolak ke Inggris. Seorang kawan mengirimkan email memberitahukan bahwa tulisan ini dimuat, tidak diketahui apakah diedit atau tidak — dan tidak terlacak sampai sekarang)
Sebutlah Pak Supeno, seorang petani gurem yang rela untuk ber-repot-repot bersama istri dan kedua anaknya yang masih kecil, naik becak dari mBaki, desa kecil di selatan kota Solo, datang dan menonton Gelar Budaya Surakarta yang diselenggarakan di Pura Mangkunegaran. Bagi Pak Supeno ini, jarak mBaki – Solo yang ditempuh dengan becak bukanlah masalah. Demikian pula dengan Pak Bejo, penarik becaknya, yang malam itu ikut bersama Pak Supeno dan keluarganya secara egaliter duduk bersama penumpangnya lesehan menyantap semangkuk wedang dongo dan seporsi sega-liwet. Bagi orang-orang sederhana ini, acara Gelar Budaya adalah sebuah pahargyan, sebuah momen-publik untuk bersama bergembira.
Recent Comments