links to publications (and slides) updated
atas permintaan beberapa kawan, saya telah meng-update links di sejumlah artikel dan slides –termasuk beberapa presentasi/ceramah– baik untuk kepentingan/forum akademik maupun non-akademik. silakan lihat di sini. jika berguna, silakan di-download untuk kepentingan pribadi anda.
jika ada pertanyaan klarifikasi atau substansial tentang paper atau slide tersebut, silakan email saya. terima kasih (dan selamat membaca).
Links to publications (and slides) updated
This is just an editorial note. Following on some suggestions to help some readers finding the articles, I have been updating some links to most of my publications (and slides) in the pubs page. Please help yourself.
kado dari mas cahyo
Mas Cahyo Suryanto, salah satu sahabat saya di Surabaya, mengirimkan kado sebait puisi untuk menyambut kelahiran Nara.
Matur nuwun dari kami sekeluarga, Mas Cahyo!
salam,
y
———————–
Dik,
Puji syukur kehadirat Allah. Hadirnya Linggar Nara Sindhunata akan menghantar pada kesadaran setiap insan bahwa penjelajahan dan pencarian adalah sarana menemukan betapa berkelimpahannya hidup manusia. Melalui keberadaannya, segenap titah akan semakin percaya bahwa anugerah hidup ini sesunnguhnya melampaui apa yang dipikirkan dan melebihi apa yang dipunyainya.
Salam, doa dan peluk cium kami.
Ditha, Santi, Rama, Aryo, Nindi, Dini dan Cahyo.
Meretas belenggu keterbatasan,
menerabas ketertawanan,…
dan merentangkan bentang pandang harapan.
kado dari mas lilik – “semoga matanya setajam elang”
Terima kasih, mas Lilik, dari kami sekeluarga ..!
y
—————
Mas Yanuar, selamat atas kehadiran anak kedua di tengah keluarga. Semoga dalam tualang pencariannya di sungai-sungai peradaban, ia terus bertahan dan berjuang, menemukan mata air kesejatian yang terus memancar menembusi akar-akar pohon kehidupan.
Semoga matanya setajam elang
jernih lincah menusuk sejarah
lalu hilang kata-kata dunia
disapu angin,tak berani beradu muka
menolak jinak, menolak disangkarkan
sebab nurani terdampar
pada kekinian yang tak pernah usai
hari-hari purba yang terpahat air mata
demikian kita selalu butuh kanak-kanak yang merdeka
oleh tekad dan kemauan
untuk menjadi, dan untuk menjadi
para pemilik sejarah arti
menjadi sejarah tak pernah mati
lalu tangan mengepal
lincah meloncat menombak makna
Inilah Nara si bocah rindu tualang gandrung perjuangan
dan angin badai melingkar-lingkar haus kebaruan
jadilah ! Jadilah !
Nara senara-naranya, manusia semanusia-manusianya
mengepak sayap, topan keabadian !
dan cakar-cakarnya mencabik peradaban
setia pada darah yang terkucurkan bunda
mengalir darah dari jiwa, mengalir darah dari raga,
merah tanda bagian dari para pemilik perubahan
anak-anak kebebasan di ladang perang kebudayaan
mencecap susu-susu ibu bumi, ibu keilahian
dirangkum hangat bapa kebudayaan
mata dan kata disucikan
dan ruh kemanusiaan membuat hatinya tak pernah tenang
sebab begitulah takdir pembebasan
penjaga tarian-tarian kadewatan,
penjaga hari-hari penciptaan,
penyanyi kidung kekal kemanusiaan
lebur laku hidup dan mimpi keabadian !
[email 11/07/07,19:52GMT]
anugerah kehidupan
Ibu-bapak, saudari-saudara, dan rekan-rekan sekalian
Hanya tunduk khidmat pada Sang Pemberi Hidup yang bisa kami lakukan sebagai ungkapan syukur atas anugerah sebuah kehidupan baru yang dipercayakan melalui kami berdua.
***
Pada hari ini, Selasa 10 Juli 2007 kalender Masehi, atau Selasa Pon 24 Rejeb 1940 penanggalan Jawa, lahir anak kedua kami di RS. St. Mary, Manchester, Inggris Raya. Proses kelahiran berjalan sangat cepat dan bahkan ketika anak kami sudah lahir, kami masih setengah tidak percaya. Malam sebelumnya, sampai lewat tengah malam, Ira masih lembur menyelesaikan buletin triwulanan untuk “Toy Library” di Trinity House dimana dia secara sukarela menjadi editornya. Selasa pagi, jam 08.45 dia mulai merasakan kontraksinya. Tetapi karena dia merasa waktunya belum tiba, dia masih santai. Jam 09.30 saya menemaninya jalan kaki ke Trinity House yang tidak terlalu jauh dari rumah kami karena dia mau mengantarkan hasil pekerjaannya kepada ‘boss’nya, agar buletin bisa terbit tepat waktu. Di perjalanan ke dan dari Trinity House, dia merasakan beberapa kali kontraksi dan ketika kami cek, jarak antar kontraksi sudah bervariasi mulai dari 5 sampai 7 menit. Ini membuat kami memutuskan untuk segera menghubungi rumah sakit setiba di rumah, yang lalu meminta kami ke sana.
Pukul 11.00 kami tiba di rumah sakit. Bidan (midwife) mengecek keadaan Ira dan menyatakan bukaan 5 pada pukul 11.15. Dia memperkirakan bayi akan lahir dalam waktu 1-2 jam kemudian. Karena Ira ingin melahirkan di dalam air (waterbirth), maka bidan menyiapkan kolam persalinan (birth waterpool) dan Ira ditempatkan sementara di sebuah ruang bersalin. Dalam keadaan duduk menunggu itulah dia merasakan kontraksi kuat dan mulai mengejan. Entah itu ruang bersalin jatah siapa, tanpa pikir panjang, saya bantu Ira berbaring di meja persalinan yang ada di sana lalu saya cari bidan. Celakanya, bidan yang ditugaskan membantu Ira sedang tidak ada di situ (karena sedang menyiapkan kolam persalinan). Untunglah ada bidan lain yang langsung mau menolong ketika saya paksa dan bilang bahwa Ira sudah mengejan.
Ketika saya dan bidan tersebut masuk ruangan tersebut (baru saya sadari, ruangan itu adalah Delivery Suite 10), Ira sudah mengambil posisi melahirkan. Jam 11.30 Ira mengejan: ketuban pecah. Orang Jawa bilang “kakang kawah”. Jam 11.32 Ira mengejan lagi: kepala si bayi ‘nongol’ sebagian. Jam 11.33 Ira mengejan terakhir kalinya dan lahirlah si bayi, yang langsung “skin-to-skin” dengan ibunya dan saya potong tali pusarnya. Jam 11.37 plasenta (atau “adhi ari-ari”) keluar. Mungkin baru 5 menit kemudian, baru si bidan yang seharusnya ditugaskan membantu Ira masuk ke ruangan itu dan …”O, my God” katanya sambil kaget, karena .. bayinya sudah lahir, di luar kolam. Ibunya juga melahirkan tanpa obat penghilang nyeri apapun, mungkin karena begitu cepatnya.
Kini si ibu dan si bayi beristirahat di Ward SM4/10a RS. St. Mary. Meski Ira sebenarnya merencanakan sistem ‘domino’ (langsung pulang setelah melahirkan), namun karena pendarahan yang agak berat, diputuskan untuk mengobservasi Ira sekurangnya selama 24 jam sejak melahirkan. Semoga dia segera pulih.
***
Bayi ini kami beri nama Linggar Nara Sindhunata. Ketiga kata ini berasal dari bahasa ibu kami, bahasa Jawa, yang dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta. Linggar artinya ‘pergi’, ‘berkelana’, ‘mencari’, atau ‘menjelajah’. Nara artinya ‘manusia’. Sindhunata – sindhu berarti ‘air yang mengalir’ atau ‘samudera’, nata berarti ‘raja’ atau ‘sumber segala sumber’—‘sumber air yang selalu mengalir’. Kami berharap agar Nara, demikian kami memanggilnya, menjadi manusia yang menjadi sarana bagi sesama untuk mencari, memberikan dan mengalirkan diri bagi semesta.
Tentu saja, kami berharap agar kami bisa menjadi orang tua yang baik baginya, yang memberi ruang bagi kebebasan dan kepenuhan perkembangan jiwa-raga-nya selaras dengan panggilan alam ini.
***
Tentu Ira, sang ibu, adalah yang paling layak diberi ucapan selamat, karena dialah aktor utama seluruh proses ini. Sejak Nara di dalam kandungan, Ira mencoba sebisanya hidup sehat dan makan makanan organik (kami percaya, lancarnya kelahiran ini sedikit banyak karena gaya hidup tersebut. Pola hidup sehat ini dia tularkan pada kami semua). Dia secara rutin mengecek perkembangan kandungannya dan menyiapkan birth-plan, semacam cetak-biru rujukan untuk persalinan. Dia juga yang bersikeras untuk seminim mungkin menggunakan intervensi obat penghilang sakit selama melahirkan (dan terbukti bayi lahir dengan lancar dan dengan rasa sakit yang lebih ‘tertanggungkan’).
Selain Ira, orang yang berjasa adalah Ibu Suharti, ibunda Ira, yang kini mendampingi kami. Beliau rela meninggalkan
pekerjaannya di Pontianak dan mengambil cuti panjang karena beliau tahu kami pasti akan kerepotan untuk mengurus Aruna, anak pertama kami yang berusia 2 tahun 4 bulan, ketika Ira melahirkan. Dan benar, rasanya tanpa Ibu Suharti, menyiapkan dan menghadapi proses persalinan tentu tidak akan semudah saat ini. Aruna kini sudah sangat dekat dengan eyang putri-nya dan hal ini membantu kami, khususnya Ira, untuk mendapatkan ruang lebih lega untuk menyiapkan kelahiran Nara.
***
Terima kasih atas perhatian Ibu-bapak, saudari-saudara dan rekan-rekan sekalian kepada kami sekeluarga. Saya dua kali mengosongkan ‘inbox’ di telepon genggam saya, dan ‘mailbox’ saya dipenuhi ucapan selamat atas kelahiran Nara. Telepon di rumah juga, kata Ibu, berdering berkali-kali menerima ucapan selamat dari kawan-kawan sekalian.
Kami terharu membaca pesan-pesan yang masuk dan mengetahui besarnya perhatian kawan-kawan semua pada keluarga kami. Terima kasih atas ini semua, dan mohon maaf, kami tidak bisa membalasnya satu-per-satu. Semoga catatan ini bisa menjadi balasan, meski mungkin tidak akan pernah memadai.
Semoga Sang Pemberi Hidup sejati membalas budi baik dan memberkati anda sekalian.
Redclyffe Avenue, Manchester, 10/07/2007
Salam kami
Ira-Aruna-Nara-Yanuar
Recent Comments