matinya akal sehat – RUU Pornografi

Thursday, 6 December 2007 Leave a comment Go to comments

saya mendapat posting RUU pornografi di bawah ini dari seorang kawan. RUU ini barusaja diserahkan oleh DPR pada pemerintah, yang setelah mengeluarkan draft RUU sandingan dan membahasnya dengan DPR, akan mengesahkannya. jika anda merasa ada yang tidak beres dengan RUU ini, bersuaralah!

bagi saya, RUU menunjukkan matinya akal sehat. lihat saja: definisi “pornografi” yang tidak konsisten; hukum buang ke tempat terpencil (persis jaman belanda dulu) (ps 31-50); ijin untuk main hakim sendiri (ps 23); potensi premanisasi (ps 20). lebih penting lagi, tidak ada kerangka yang jelas untuk memberi batasan apa itu materi seksualitas atau pornoaksi, juga tidak jelas nilai kesusilaan yang mana yang dimaksud (coba lihat bagaimana absurd-nya mengatakan “membangkitkan hasrat seksual”, karena ini subyektif).

saya kira, lebih mendasar dari ini semua, titik tolak RUU ini adalah menghukum para pelaku pornografi, dan bukan memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak yang lebih sering menjadi korban pornografi. kita tahu bahwa  banyak pekerja seksual menjalani pekerjaannya dengan paksa karena tekanan hidup dan kemelaratan struktural. mereka ini korban. tetapi, di muka RUU yang nir-akal-sehat ini, si korban ini justru berpotensi untuk makin ditindas karena  dipidanakan.

selain itu, pssstt … kabarnya, proses pembuatan dan pengajuan RUU porno ini juga penuh kejanggalan. beberapa fraksi sepihak meloloskannya, sementra fraksi lain (PDI-P, PKB, PAN) merasa RUU tersebut masih perlu dibahas. mengapa demikian? silakan cari sendiri jawabannya … 🙂

bagi saya RUU Pornografi ini memang porno. ia misterius. ia jelas berbahaya karena mengancam kehidupan majemuk negeri kita. ia melawan pancasila. mari kita ajukan suara (lagi). saya tidak mau dibodohi. saya tidak mau melihat bangsa saya sendiri dikelola dengan aturan yang ganjil, yang tidak tunduk pada akal sehat.

 

salam,
y

_________________

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Jalan Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

 

Nomor      : RU.02/6632/DPR-RI/2007

Sifat         : Penting

Derajat     : Amat Segera

Lampiran : 1 (satu) berkas

Perihal     : Usul DPR mengenai RUU tentang Pornografi.

 

Jakarta, 24 Agustus 2007

 

KEPADA YTH.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

J A K A R T A

 

 

Dengan ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyampaikan:

—– RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI ——

 

untuk dibicarakan bersama-sama dengan Presiden dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia guna rnendapatkan persetujuan bersama.

 

Sebagai kelengkapan bahan, bersama ini kami sampaikan pula Naskah Akademis atas Rancangan Undang-undang dimaksud.

 

Selanjutnya untuk keperluan pembahasan Rancangan Undang-undang tersebut, kami mengharapkan bantuan Saudara Presiden agar dapat menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden.

 

Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.

 

 

K E T U A,

 

H. AGUNG LAKSONO

 

 

TEMBUSAN:

1. Yth. Wakil Presiden Rl;

2. Yth. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI;

3. Yth. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Rl;

4. Yth. Menteri Sosial RI;

5. Yth. Menteri Agama RI;

6. Yth. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI;

7. Yth. Menteri Negara Komunikasi dan Informatika RI;

8. Yth. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI;

9. Yth. Menteri Sekretaris Negara RI.

___________________________________________________________________________________________________________

 

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

 

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ………. TAHUN ……….

TENTANG

PORNOGRAFI

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

Menimbang:

a. bahwa Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila yang menghormati ke-Bhinneka-an dalam kehidupan berbangsa dan bemegara yang bertanggung jawab melindungi setiap warga negara, harkat dan martabat manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang MahaEsa;

b.             bahwa dampak globalisasi dan kondisi kesejahteraan masyarakat berpengaruh terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan

pornografi, perbuatan asusila dan tindak kecabulan di tengah-tengah masyarakat sehingga dapat mengancam kepribadian generasi bangsa dan tatanan kehidupan sosial masyarakat Indonesia;

c.             bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pornografi dan tindak kecabulan yang ada dalam berbagai perundang-undangan sampai saat ini belum mengatur secara tegas dan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum serta perkembangan masyarakat dalam rangka melestarikan tatanan kehidupan dan ketertiban serta penegakan hukum;

d.             bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pornografi.

 

Mengingat:

1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 J, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.             Tap MPR VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa;

3.             Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

4.             Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tarnbahan

Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4252);

5.             Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109,

6.             Undang-Undang Nomor 43 Tabun 1999 tentang Pers, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3887);

7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421).

 

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

 

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PORNOGRAFI

 

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.             Pornografi adalah hasil karya manusia yang memuat materi seksualitas dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, atau bentuk-bentuk pesan komunikasi lain dan/atau melalui media yang dipertunjukkan di depan umum dan/atau dapat membangkitkan hasrat seksual serta melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat dan/atau menimbulkan berkembangnya pornoaksi dalam masyarakat.

2.             Pornografi ringan adalah segala bentuk pornografi yang menggambarkan secara implisit kegiatan seksual termasuk bahan-bahan yang menampilkan ketelanjangan, adegan-adegan yang secara sugestif yang bersifat seksual atau meniru adegan seks.

3.             Pornografi berat adalah segala bentuk pornografi yang menggambarkan tindakan seksual secara eksplisit seperti alat kelamin, penetrasi dan hubungan seks yang menyimpang dengan pasangan sejenis, anak-anak, orang yang telah meninggal dan/atau hewan.

4.             Pornografi anak adalah segala bentuk pornografi yang melibatkan anak atau citra anak atau ibu hamil sebagai subyek ataupun obyek yang diproduksi baik secara mekanik atau elektronik atau bentuk sarana lainnya.

5.             Membuat adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan memproduksi materi media massa cetak, media massa elektronik, media komunikasi lainnya, dan barang-barang pornografi.

6.             Menyebarluaskan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan mengedarkan materi media massa cetak, media massa elektronik, media-media komunikasi lainnya, seperti merekam melalui HP/video yang di dalamnya ada unsur pornografi atau media komunikasi lainnya, dan mengedarkan barang-barang yang mengandung sifat pornografi dengan cara memperdagangkan, memperlihatkan, memperdengarkan, mempertontonkan, mempertunjukkan, menyiarkan, menempelkan, dan/atau menuliskan.

7.             Menggunakan adalah kegiatan memakai materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, dan barang dan/atau jasa pornografi.

8.             Media massa cetak adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan secara visual kepada masyarakat luas berupa barang-barang cetakan massal antara lain buku, suratkabar, majalah, dan/atau tabloid.

9.             Media massa elektronik adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan secara audio dan/atau visual kepada masyarakat luas antara lain berupa radio, televisi, film, dan/atau yang dipersamakan dengan film.

10.Alat komunikasi medio adalah sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan secara audio dan/atau visual kepada satu orang dan/atau sejumlah orang antara lain berupa telepon, Short Message Service, Multimedia Messaging Service, surat, pamflet, leaflet, booklet, selebaran, poster, bluetooth dan media elektronik baru yang berbasis komputer seperti internet dan/atau intranet.

II. Data elektronik adalah segala bentuk informasi yang telah tertata, tersusun atau terstruktur, baik dalam format database, teks, gambar, audio maupun video, yang dibuat dan/atau disajikan dengan menggunakan peralatan elektronik.

12. Barang pornografi adaIah semua benda yang materinya mengandung pornografi antara lain dalam bentuk buku, surat kabar, majalah, tabloid dan media cetak sejenisnya, film, dan/atau yang dipersamakan dengan film, video, video compact disc, digital video disc, compact disc, personal computer-compact disc read only memory, kaset dan rekaman hand phone dan/atau alat komunikasi lainnya.

13.Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh perorangan ataupun badan hukum atau yang lainnya, melalui telepon, televisi kabel, internet, dan/atau komunikasi elektronik lainnya, dengan cara memesan atau berlangganan barang-barang pornografi yang dapat diperoleh secara langsung dengan cara menyewa, meminjam, atau membeli.

14.Setiap orang adalah orang perseorangan atau sekumpulan orang atau korporasi baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.

15.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.

16.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

17.Pemerintah Daerah adalah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

18.Masyarakat adalah orang perseorangan, keluarga, kelompok atau organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.

 

 

BAB II

ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

 

Bagian Pertama

Asas dan Tujuan

 

Pasal 2

Undang-Undang tentang Pornografi berdasarkan asas penghormatan terhadap nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab, kebhinnekaan, kepastian hukum, antidiskriminasi dan perlindungan terhadap warga negara dari dampak negatif pornografi.

 

Pasal 3

Undang-Undang tentang Pornografi bertujuan:

a.             mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, mempertahankan dan memperkokoh kepribadian luhur bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab;

b.             memberikan perlindungan, pembinaan, pendidikan moral dan akhlak kepada masyarakat serta kepastian hukum yang mampu melindungi setiap warganegara, terutama anak dan perempuan dari eksploitasi seksual; dan

c.             mencegah dan menghentikan berkembangnya komersialisasi seks dan eksploitasi seksual baik industri maupun distribusinya.

 

Bagian Kedua

Ruang Lingkup

 

Pasal 4

(1)Ruang lingkup Undang-Undang tentang pornografi merupakan regulasi pornografi termasuk yang berkaitan dengan pornoaksi baik sebagai sebab maupun akibat dari pornografi.

(2)Ruang lingkup pornografi yang diatur sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi:

a. pembuatan meliputi kegiatan atau serangkaian kegiatan memproduksi materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, atau media komunikasi lainnya seperti merekam melalui hand phone atau video yang di dalamnya ada unsur pornografi dan barang-barang pornografi;

b.         penggandaan meliputi kegiatan atau serangkaian kegiatan untuk memperbanyak materi media massa, media massa elektronik, alat komunikasi medio, atau media komunikasi lainnya seperti merekam melalui hand phone atau video yang di dalamnya ada unsur pornografi dan barang-barang pornografi;

c.         penyebarluasan meliputi kegiatan atau serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengedarkan materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, atau media komunikasi lainnya yang di dalamnya ada unsur pornografi dan mengedarkan barang-barang yang mengandung sifat pornografi dengan cara memperdagangkan, memperlihatkan, memperdengarkan, mempertontonkan, mempertunjukkan, menyiarkan, menempelkan dan/atau menuliskan;

d.         penggunaan mencakup segala kegiatan yang memakai materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, atau media komunikasi lainnya seperti merekam melalui hand phone atau video yang di dalamnya ada unsur pomografi, barang dan/atau jasa pomografi; dan

e.         penyandang dana (sponsor), prasarana, sarana, media dalam penyelenggaraan pornografi.

 

 

BAB III

PENGATURAN

 

Bagian pertama

Jenis-jenis Pornografi

 

Pasal 5

(1)Jenis-jenis pornografi terdiri dari:

a. pornografi ringan;

b. pornografi berat; dan/atau

c. pornografi anak.

(2)Pornografi ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi segala bentuk pornografi yang menggambarkan secara implisit kegiatan seksual termasuk bahan-bahan yang menampilkan ketelanjangan, adegan-adegan yang secara sugestif yang bersifat seksual atau meniru adegan seks.

(3)Pornografi berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi segala bentuk pornografi yang menggambarkan tindakan seksual secara eksplisit seperti alat kelamin, penetrasi dan hubungan seks yang menyimpang dengan pasangan sejenis, anak-anak, orang yang telah meninggal dan/atau hewan.

(4)Pornografi anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi segala bentuk pornografi yang melibatkan anak atau citra anak atau ibu hamil sebagai subyek ataupun obyek yang diproduksi baik secara mekanik atau elektronik atau bentuk sarana lainnya.

 

Bagian Kedua

Larangan

 

Pasal 6

Setiap orang dilarang dengan sengaja melakukan salah satu atau lebih dari kegiatan yang menyangkut jenis-jenis pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dalam bentuk membuat, menggandakan, menyebarluaskan, menggunakan, dan menyediakan produk media Komunikasi yang mengandung muatan pomografi.

 

Pasal 7

Setiap orang dilarang menjadikan anak sebagai obyek atau model pornografi.

 

Pasal 8

Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi obyek atau model media yang mengandung muatan pornografi.

 

Pasal 9

Setiap orang dilarang dengan sengaja menjadikan orang lain sebagai obyek atau model media yang mengandung muatan pornografi.

 

Pasal 10

Setiap orang dilarang mempertontonkan kegiatan yang menggunakan tubuh dengan menggambarkan gerakan yang bermuatan pornografi.

 

Pasal 11

Setiap orang dilarang merekam praktek persetubuhan dan aktivitas yang mengandung muatan pornografi berat dan menyebarluaskannya kepada masyarakat umum.

 

Bagian Ketiga

Pembatasan

 

Pasal 12

(1)Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 tidak meliputi:

a. pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi untuk tujuan:

1.     pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan; dan

2.     pengobatan gangguan kesehatan seksual;

b.         pertunjukan seni dan budaya;

c.         adat istiadat dan tradisi yang bersifat ritual; dan/atau;

d.         pembuatan, pemilikan dan penggunaan pornografi untuk kepentingan yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.

(2)Pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 terbatas pada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 13

Setiap orang yang membuat, menyebarluaskan, memiliki, dan/atau menggunakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dan huruf d berkewajiban menjaga pornografi tersebut agar penggunaannya sesuai dengan pembatasan dalam undang-undang ini.

 

Pasal 14

Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud daIam Pasal 13 dikategorikan sebagai pelanggaran larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

 

Pasal 15

(I) Pembuatan dan pengedaran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a hanya dapat dilakukan di tempat-tempat khusus dan tidak terjangkau oleh pandangan anak -anak serta telah mendapat izin dari instansi pemerintah yang berwenang.

(2)Ketentuan lebih lanjut tentang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai peraturan perundangan-undangan.

 

Bagian Keempat

Perijinan

 

Pasal 16

(1)Setiap orang yang melanggar izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (1) dikenakan sanksi administratif.

(2)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pembatasan kegiatan usaha;

c. pembekuan kegiatan usaha; dan/atau

d.         pencabutan izin usaha.

(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai peraturan perundang-undangan.

 

 

BAB IV

PERLINDUNGAN ANAK

 

Pasal 17

Setiap orang wajib melindungi anak-anak agar tidak dapat menggunakan dan/atau memperoleh akses pornografi baik yang ditampilkan melalui media massa cetak, media massa elektronik maupun media komunikasi lainnya.

 

Pasal 18

Setiap anak baik korban atau pelaku pornografi berhak memperoleh pembinaan, pendampingan serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental dari negara, keluarga, lembaga sosial, lembaga pendidikan, rohaniawan dan/atau masyarakat dengan sebaik-baiknya.

 

BAB V

PENCEGAHAN

 

Bagian Pertama

Peran Pemerintah

 

Pasal 19

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang tidak sesuai dan/atau bertentangan dengan undang-undang ini.

 

Pasal 20

Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Pemerintah berwenang:

a.             melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan dan/atau penggunaan pornografi; ,

b.             melakukan kerjasama dengan berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri dalam pencegahan dan pemberantasan pembuatan, penyebarluasan dan/atau penggunaan pornografi yang tidak sesuai dan/atau bertentangan dengan undang-undang ini;

c.             melakukan koordinasi dalam penyiapan dan penyusunan pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi; dan,

d. membangun dan mengembangkan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi; dan

e. melakukan pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, dan jasa pornografi.

 

Pasal 21

Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Pemerintah Daerah berwenang:

a.             menyusun peraturan daerah dalam rangka pencegahan dan pemberantasan pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan pornografi yang tidak sesuai dan/atau bertentangan dengan undang-undang;

b.             melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan dan/atau penggunaan pornografi di wilayahnya;

c.             melakukan koordinasi dalam penyiapan dan penyusunan pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi di wilayahnya;

d.             membangun dan mengembangkan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi di wilayahnya; dan

e. melakukan pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, dan jasa pornografi di wilayahnya.

 

Bagian Kedua

Peran Serta Masyarakat

 

Pasal 22

Setiap orang dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan pornografi yang tidak sesuai dan/atau bertentangan dengan undang-undang ini.

 

Pasal 23

Peran serta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dapat dilakukan dengan cara:

a. melaporkan pelanggaran undang-undang ini;

b. melakukan class action/gugatan perwakilan ke pengadilan;

c. melakukan sosialisasi Undang-Undang tentang Pornografi; dan

d. melakukan penyadaran kepada masyarakat akan bahaya dan dampak negatif pornografi.

 

Pasal 24

Setiap orang yang melaporkan terhadap pelanggaran undang-undang ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

 

 

BAB VI

PENYIDlKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

 

Pasal 25

Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

 

Pasal 26

Alat bukti selain sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum acara pidana, termasuk juga sebagai alat bukti dalam perkara tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini adalah:

a. barang yang memuat tulisan atau gambar baik dalam bentuk cetakan maupun bukan cetakan;

b.             barang yang menyimpan tulisan, gambar, suara atau film baik elektronik atau optik atau dalam bentuk penyimpanan data lainnya; dan/atau

c.             data yang tersimpan dalam jaringan internet maupun penyedia saluran komunikasi lainnya.

 

Pasal 27

(1)Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang untuk membuka akses, memeriksa dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam file komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya.

(2)Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data atau penyedia jasa elektronik berkewajiban untuk menyerahkan dan/atau membuka data elektronik yang dimaksud.

(3)Pemilik data dan penyedia jasa layanan elektronik setelah menyerahkan dan/atau membuka data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berhak menerima tanda terima dari penyidik.

 

Pasal 28

(1)Apabila sesudah dibuka dan diperiksa, ternyata bahwa data elektronik itu ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa, maka data elektronik tersebut dilarnpirkan dalam berkas perkara.

(2)Dalam hal tidak ada hubungannya dengan perkara, maka data elektronik tersebut dihapus.

(3)Penyidik dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan isi data elektronik yang dihapus.

 

Pasal 29

Penyidik membuat Berita Acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan mengirim turunan Berita Acara tersebut kepada pemilik atau penyedia jasa layanan elektronik dimcr.a data tersebut didapatkan.

 

 

BAB VII

PEMUSNAHAN

 

Pasal 30

(1)Pemusnahan dilakukan terhadap hasil penyitaan dan perampasan barang pornografi yang tidak berijin atau berdasarkan putusan pengadilan.

(2)Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:

a. nama media apabila barang disebarluaskan melalui media massa cetak dan/atau media massa elektronik;

b.         nama danjenis sertajumlah barang yang dimusnahkan;

c. hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan;

d.         keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan; dan

e. tanda tangan dan identitas lengkap para pelaksana dan pejabat yang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan.

 

 

BAB VIII

KETENTUAN PIDANA .

 

Pasal 31

(1)Setiap orang yang membuat pornografi ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

(2)Dalam hal membuat pornografi ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan anak-anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun 8 (delapan) bulan dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

 

Pasal 32

(1)Setiap orang yang menggandakan pornografi ringan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 6 dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

(2)Dalarn hal menggandakan pomografi ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan anak-anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun 8 (delapan) bulan dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahup dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

 

Pasal 33

(1)Setiap orang yang menyebarluaskan pornografi ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paIing singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.

(2)Dalam hal menyebarluaskan pornografi ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan anak-anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 650.000.000,- (enam ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 2 (dua) tahun dan paling Iama 15 (lima belas) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

 

Pasal 34

(1)Setiap orang yang menggunakan pornografi ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 tahun.

(2)Dalam hal menggunakan pornografi ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan anak-anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun 8 (delapan) bulan dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

 

Pasal 35

Setiap orang yang menyediakan dana dan/atau sarana-prasarana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan dan/atau pameran pornografi ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.

 

Pasal 36

(1)Setiap orang yang membuat pornografi berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling panyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(2)Dalam hal membuat pornografi berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan anak-anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 13 (tiga belas) tahun 4 (empat) bulan dan pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan pallng lama 10 (sepuluh) tahun.

 

Pasal 37

(1)Setiap orang yang menggandakan pornografi berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(2)Dalam hal menggandakan pornografi berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan anak-anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 13 (tiga belas) tahun 4 (empat) bulan dan pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

 

Pasal 38

(1)Setiap orang yang menyebarluaskan pornografi berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 13 (tiga belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

(2)Dalam hal menyebarluaskan pornografi berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan anak-anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun 5 (lima) bulan dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.500.000.000 (tiga miliar lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

 

Pasal 39

(1)Setiap orang yang menggunakan pornografi berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan

paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 5 (lima) tahun.

(2)Dalam hal menggunakan pornografi berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan anak-anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 650.000.000 (enam ratus lima puluh juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

 

Pasal 40

Setiap orang yang menyediakan dana dan/atau sarana-prasarana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan dan/atau pameran pornografi berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

 

Pasal 41

Setiap orang yang membuat pornografi anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

 

Pasal 42

Setiap orang yang menggandakan pornografi anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

 

Pasal 43

Setiap orang yang menyebarluaskan pornografi anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

 

Pasal 44

Setiap orang yang menggunakan pornografi anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu)

tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

 

Pasal 45

Setiap orang yang menyediakan dana, prasarana, sarana, media dalam penyelenggaraan pornografi anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah).

 

Pasal 46

(1)Setiap orang yang menjadikan anak sebagai obyek atau model pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 800.000,000,- (delapan ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(2)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengandung unsur kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 850.000.000, (delapan ratus lima puluh juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

 

Pasal 47

Setiap orang yang menjadi obyek atau model media yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

 

Pasal 48

(1)Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai obyek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(2)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengandung unsur kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 850.000.000,- (delapan ratus lima puluh juta rupiah).

 

Pasal 49

Setiap orang yang mempertontonkan kegiatan yang menggunakan tubuh dengan menggambarkan gerakan yang bermuatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

 

Pasal 50

Setiap orang yang merekam praktek persetubuhan dan aktivitas yang mengandung muatan pornografi berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

 

 

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

 

Pasal 51

Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

 

 

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 52

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

Disahkan di Jakarta

pada tanggal ……….

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 

 

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DR. ANDI MATALATA SH

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ………. TAHUN ……….

___________________________________________________________________________________________________________

 

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

 

RANCANGAN

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ………. TAHUN ……….

TENTANG

PORNOGRAFI

 

 

I   UMUM

 

Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila yang menghormati ke-Bhinneka-an dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara bertanggung jawab melindungi setiap warga negara, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

 

Sebagai penganut faham hidup berketuhanan, bangsa Indonesia meyakini dan mempercayai bahwa sikap dan tindakan asusila dan amoral dalam kehidupan seks, seperti pelecehan, perselingkuhan, kekerasan seks, penyimpangan seks, dan penyebarluasan gagasan-gagasan tentang seks melalui pornografi, dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, tindakan membuat, menggandakan, menyebarluaskan, menggunakan, dan menyediakan sarana dan prasarana pornografi merupakan ancaman terhadap kelestarian tatanan kehidupan masyarakat.

 

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini terjadi peningkatan terhadap pembuatan, penggandaan, penyebarluasan, penggunaan, dan penyediaan sarana dan prasarana pornografi dalam berbagai bentuknya. Kecenderungan ini telah menimbulkan keresahan dan kekuatiran masyarakat akan hancurnya sendi-sendi moral dan etika yang sangat diperlukan dalam pemeliharaan dan pelestarian tatanan kehidupan masyarakat. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pornografi belum mengatur secara tegas mengenai pembuatan, penggandaan, penyebarluasan, penggunaan, dan penyediaan sarana dan prasarana pornografi. Peraturan perundang-undangan yang ada sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka melestarikan tatanan kehidupan dan ketertiban serta penegakan hukum masalah pornografi harus diatur dengan undang-undang.

 

Undang-Undang tentang Pornografi ini merupakan pengaturan pornografi yang meliputi pembuatan, penggandaan, penyebarluasan, penggunaan, dan penyediaan dana, prasarana, sarana, serta media dalam penyelenggaraan pornografi. Pengaturan pornografi berdasarkan  asas penghormatan terhadap nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab, kebhinnekaan, kepastian hukum, antidiskriminasi dan perlindungan terhadap warga negara dari dampak negatif pornografi dan bertujuan untuk mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, mempertahankan dan memperkokoh kepribadian luhur bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab; memberikan perlindungan, pembinaan, pendidikan moral dan akhlak kepada masyarakat serta kepastian hukum yang mampu melindungi setiap warganegara, terutama anak dan perempuan dari eksploitasi seksual; serta mencegah dan rnenghentikan berkembangnya komersialisasi seks dan eksploitasi seksual baik industri maupun distribusinya.

 

Selain mengatur mengenai peranan Pemerintah, masyarakat juga mempunyai peranan dalam upaya pencegahan pembuatan, penggandaan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang tidak sesuai dan/atau bertentangan dengan undang-undang ini. Peranan masyarakat dapat dilakukan dengan cara melaporkan pelanggaran undang-undang ini, melakukan class action/gugatan perwakilan ke pengadilan, melakukan sosialisasi Undang-Undang tentang Pornografi, dan melakukan penyadaran kepada masyarakat akan bahaya dan dampak negatif pornografi.

 

Undang-undang ini juga mengatur mengenai pengecualian terhadap pembuatan, penggandaan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi untuk tujuan pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan, pengobatan gangguan kesehatan seksual, serta pembuatan, pemilikan dan penggunaan pornografi untuk kepentingan yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.

 

Selain pengecualian tersebut, pertunjukan seni dalam hal ini termasuk pula keberadaan karya-karya seni serius atau seni murni (high-art) dan karya-karya seni yang berorientasi pada pasar atau seni popular (popular art) tetap dihormati dan dihargai sebagaimana mestinya. Dalam Undang-undang ini pornografi dibedakan dari seni. Nilai yang terkandung dalam pornografi dianggap lebih bersifat instrumental yakni berperan sebagai sarana atau alat untuk mencapai sesuatu yang lain, atau bersifat ekstrinsik yakni bertujuan lain di luar dirinya. Sebaliknya, nilai yang terkandung dalam seni dianggap lebih bersifat intrinsik, hanya berkaitan dengan pengalaman yang dilandasi moralitas yang baik,

bernilai dalam dirinya sendiri, atau sebagai tujuan akhir. Karya seni dianggap memiliki keunikan karena tidak mungkin diproduksi dan direproduksi dengan kualitas yang persis sama. Sebaliknya, pornografi dianggap tidak memiliki keunikan karena bisa diproduksi dan

direproduksi sebanyak mungkin atau secara massal dengan kualitas yang persis sama atau paling tidak hampir sama.

 

Undang-Undang ini juga mengecualikan cara berbusana penduduk dari suatu daerah menurut adat-istiadat dan/atau budaya kesukuan. Pengecualian ini merupakan salah satu upaya melestarikan adat atau budaya di daerah tertentu yang ada selama ini.

 

 

lI   PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

Cukup jelas

 

Pasal 2

Cukup jelas

 

Pasal 3

Cukup jelas

 

Pasal 4

Cukup jelas

 

Pasal 5

Cukup jelas

 

Pasal 6

Cukup jelas

 

Pasal 7

Cukup jelas

 

Pasal 8

Cukup jelas

 

Pasal 9

Cukup jelas

 

Pasal 10

Cukup jelas

 

Pasal 11

Cukup jelas

 

 

Pasal 12

 

Ayat (1)

Huruf a

 

Angka 1

Cukup jelas

 

Angka 2

Yang dimaksud dengan “gangguan kesehatan seksual” adalah gangguan fungsi seksual dan alat reproduksi, yang pengobatannya memerlukan alat bantu barang pornografi.

 

Huruf b

Yang dimaksud dengan “seni” adalah hasil ciptaan manusia yang memiliki nilai estetika yang tinggi, dan mengutamakan nilai-nilai intrinsik yakni yang bertujuan pada dirinya sendiri. Sebuah karya yang mengutamakan nilai-nilai ekstrinsik yakni yang bertujuan lain di luar dirinya sendiri, seperti tujuan promosi, meningkatkan penjualan, dan membangkitkan nafsu birahi, tidak dikategorikan sebagai karya seni.

 

“Pertunjukan seni dan budaya” sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan oleh lembaga kesenian dan kebudayaan di tempat khusus untuk pertunjukan seni dan budaya.

 

Huruf c

Cukup jelas

 

Huruf d

Cukup jelas

 

Ayat (2)

 

Pasal 14

Cukup jelas

 

Pasal 15

Cukup jelas

 

Pasal 16

Cukup jelas

 

Pasal 17

Cukupjelas

 

Pasal 18

Cukup jelas

 

Pasal 19

Cukup jelas

 

Pasal 20

Cukup jelas

 

Pasal 21

Cukup jelas

 

Pasal 22

Peran serta masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai individu atau orang perseorangan ataupun lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap upaya pencegahan terhadap pembuatan, penggandaan, penyebarluasan, penggunaan, dan penyediaan dana, prasarana, dan sarana pornografi yang tidak sesuai dan/atau bertentangan dengan Undang-Undang ini.

 

Pasal 23

Cukup jelas

 

Pasal 24

Cukup jelas

 

Pasal 25

Cukup jelas

 

Pasal 26

Cukup jelas

 

Pasal 27

Cukup jelas

 

Pasal 28

Cukup jelas

 

Pasal 29

Cukup jelas

 

Pasal 30

Cukup jelas

 

Pasal 31

Cukup jelas

 

Pasal 32

Cukup jelas

 

Pasal 33

Cukup jelas

 

Pasal 34

Cukup jelas

 

Pasal 35

Cukup jelas

 

Pasal 36

Cukup jelas

 

Pasal 37

Cukup jelas

 

Pasal 38

Cukup jelas

 

Pasal 39

Cukup jelas

 

Pasal 40

Cukup jelas

 

Pasal 41

Cukup jelas

 

Pasal 42

Cukup jelas

 

Pasal 43

Cukup jelas

 

Pasal 44

Cukup jelas

 

Pasal 45

Cukup jelas

 

Pasal 46

Cukup jelas

 

Pasal 47

Cukup jelas

 

Pasal 48

Cukup jelas

 

Pasal 49

Cukup jelas

 

Pasal 50

Cukup jelas

 

Pasal 51

Cukup jelas

 

Pasal 52

Cukup jelas

 

Pasal 53

Cukup jelas

 

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ………. TAHUN ……….

  1. eny palupi
    Monday, 14 April 2008 at 9:12 pm

    Kalau anak Bapak yang lucu ini terkena pornografi atau bahkan pelecehan sesual sehingga menghambat perkembangan otaknya bagaimana Pak? dimana akal sehat Bapak, sebagai teladan bagi anak2?

  2. Monday, 14 April 2008 at 9:28 pm

    mer: thanks for the encouraging comment .. 🙂

    eny palupi: mbak eny, kalau kita mau maju sebagai bangsa, kita harus mendidik warga. dan mendidik itu tidak dilakukan dengan mematikan akal sehat –melainkan mendewasakannya. itu yang saya lakukan bagi dan untuk anak-anak dan orang-orang di sekitar saya. kalau kita tidak mau mendidik diri dan mendewasakan diri, bangsa ini akan selalu kerdil. kita jelas menolak pornografi, tetapi tidak butuh UU anti-pornografi. yang kita butuhkan adalah UU perlindungan anak, UU perlindungan perempuan terhadap pelecehan seksual, UU anti trafiking (apalagi bagi pelacuran). yang salah bukan perempuan karena mereka menarik (bagi nafsu) para lelaki dan karena itu harus ‘ditutupi’ — melainkan para lelaki itu yang harus ‘dididik’ agar bisa menahan dan menjaga diri. itu pendapat saya, mbak. salam, y.

  3. alfin
    Friday, 6 June 2008 at 9:30 am

    aslmkm,,,

    sebenarnya semua hal yang telah dilakukan pemerintah sudah cukup baik karena para pemikir-pemikir diatas itu bukan orang-orang yang kurang akal tentang hal-hal seperti ini,,,
    namun yang ingin saya tanggapi itu bukan RUU nya yang salah tapi penerapan dari semua itu harus benar-benar di lakukan dengan “KETERPANGGILAN” semua pihak untuk menerapkannya…
    bukan hanya Seminar Belaka,,,yang membahas masalah dan memberi solusi namun tak ada Hasil yang Baik dan Mengakibatkan Perubahan,,,
    Dan Hasilnya “TETEP” aja sama,,,mudah2 an kita dapat membuka kacamata kita bersama…demi bangsa kita untuk terus “BANGKIT “…

  4. Sunday, 24 August 2008 at 4:00 pm

    Hmmm….
    Ini menurut saya, dari UU itu sendiri sebenernya bahasanya tidak ada yang mengarah ke hal-hal yang sifatnya justru memperparah perilaku manusia Indonesia.

    Saya setuju dengan alfin, yang penting bukan dari UUnya tapi dari keterlibatan semua pihak dalam pengaplikasiannya (pelaksanaannya).

    yang saya komentari sedikit disini adalah, bagaimana kita menghargai hasil kerja seseorang atau beberapa orang. Ingat, menyatukan pandangan 2 orang yang berbeda saja sudah sangat sulit apalagi banyak orang. Saya yakin, di DPR pun pasti ada (entah sedikit/banyak/atau bahkan hanya satu dua orang saja) yang berpikiran sama dengan Yanuar dan pada akhirnya tetap keluar RUU ini. Ini menunjukkan bahwa sudah ada kompromi sebelum RUU ini dikeluarkan, sehingga seharusnya saudara tidak usah berkomentar macam mereka tidak punya akal sehat atau gila semua. Anda sendiri bicara mengenai mendewasakan pola pikir. Apakah pola pikir yang dewasa itu mendiskreditkan orang lain dengan menggunakan istilah kehilangan akal sehat? lalu menuduh orang lain yang tidak sepaham dengan anda sebagai kroni2nya?

    Saya rasa daripada anda lelah2 membuat post ini, ada baiknya anda menulis tentang hal-hal yang harus dilakukan agar konsekuensi terburuk dari pandangan anda ini tidak terjadi. Dan sekedar catatan, saya mendapat link ini karena post ini dijadikan dasar atas argumen seseorang disebuah forum, supaya anda tahu efek dari post ini. Saya akan sangat menyesal kalau sampai banyak orang muda Indonesia yang menjadi manusia yang senang menggunakan kata-kata kasar dan merendahkan orang lain serta kerja keras orang lain tersebut. Kecuali kalau anda bisa membuat sebuah RUU dari RUU2 yang anda sebutkan diatas, anda bawa ke DPR mereka menyetujuinya dan lalu disahkan, maka anda bilang mereka itu kehilangan akal sehatnya itu sesuatu hal yang benar dan tepat. saya garis bawahi sekali lagi tepat.

    Sekian dan terima kasih

  5. Sunday, 24 August 2008 at 7:59 pm

    maaf baru sempat balas beberapa posting lama

    @alfin : tkasih. untuk ‘bangkit’, harus menyadari dan mengakui dulu bahwa sedang ‘terpuruk’. dan persis di situ persoalan kita dengan RUU ini.

    @arung : maaf jika anda tidak sepakat dengan diksi yang saya gunakan dalam post(-post) saya –termasuk dampak-dampaknya. biarlah selera kita berbeda .. 🙂 on another matter, saya memang belum pernah terlibat membuat RUU secara utuh dari A-Z. tetapi lebih dari satu-dua kali saya ter(di)libat(kan) dalam penyusunan beberapa RUU lain dan debat-debatnya –dan jadi tahu betapa kotornya permainan di belakang sebuah proses pembuatan UU. tetapi untuk RUU yang satu ini, saya sudah lelah berdebat (dengan anggota parlemen yang terhormat tetapi –maaf– sempit wawasan berpikiranya). jadi ya mari kita lihat saja sejauh mana akal kita, warga bangsa ini (yang diwakili parlemennya) masih sehat .. 🙂 saya sih menolak menjadi tidak waras dengan menyetujui RUU ini. tetapi biarlah nanti sejarah yang mencatat evolusi berpikir bangsa kita.

    salam, y.

  6. Anugerah Wulandari
    Thursday, 4 September 2008 at 7:11 am

    Yang tidak waras adalah orang yang mendukung dan membiarkan orang lain untuk mempertontonkan auratnya kepada khalayak banyak. Yg rela bila anak perempuannya dizinai, ibunya dizinai.. Aduh… malu ah. (geleng2)

    Dunia sudah terbalik ya. Bergeser. Yg benar dibilang salah. Yg salah dibilang benar. Urat saraf malunya sudah putus. Ah.. Pak doktor, pakailah hati nurani bapak. Orang yg punya akal sehat dan manusia beradab juga pasti tahu batasan aurat yg boleh dilihat dan tidak boleh dilihat itu yg mana. Malu… malu…

    Kalaupun ada yg kurang di RUU PP, silahkan disampaikan ke DPR, dan bukan dengan cara menolaknya mentah2 dan bangun basis massa sampai bikin gerakan Anti RUU-P. Apalagi katanya bapak satu-dua kali ter(di)libat(kan) dalam penyusunan beberapa RUU lain dan debat-debatnya.

    Rusaknya moral itu seperti lingkaran setan. Kalau pornografi merebak dimana2, yakinlah suatu hari nanti keluarga kita juga akan bisa terkena dampaknya, pun anak-anak kita. Ya mudah2an istri dan anak-anak bapak bisa selamat dari bola salju pornografi, pelecehan seksual, dll atau apapun namanya.

    Bila ada wanita dan laki2 berzina, ada wanita telanjang, ada perkosaan, pelecehan seks.. dll… dst… maka yakinlah bahwa bapak akan ikut menanggung dosanya disebabkan tulisan dan gerakan bapak ini.

    Entah apa agama bapak, tapi saya yakin semua agama mengajarkan ummatnya untuk berpakaian santun, tidak buka2an. Kata bapak, “RUU-P melawan Pancasila” . Ah.., bagi saya itulah adalah sebuah kalimat yg justru menandakan matinya akal sehat yg sesungguhnya. Tidak waras. Pancasila itu bukan Tuhan, pak. Dalam hal ini, justru orang-orang seperti bapaklah yg berani melawan Tuhan. Tuhan dilawan manusia? Ah.. Inilah akal sehat yg sudah mati, mati..semati2nya. Sekali lagi, tidak waras.

    Yang benar itu pasti menang.
    Dan kebatilan pasti akan dikalahkan.

  7. Thursday, 4 September 2008 at 5:00 pm

    Mas Yanuar, saya sedih melihat bagaimana komentar-komentar di website anda ini. Mereka tidak tahu bahwa RUU Pornografi itu sama sekali tidak akan bisa memberantas persoalan pornografi. Karena tidak ada pasal-pasal di dalamnya yang efektif untuk menangkal para pemodal industri porno. Yang diatur hanya orang yang membuka aurat. Tapi otak dibalik pornografi dan eksploitasi seksual tidak kena sasaran.

    Pornografi timbul bukan karena orang pamer aurat, tapi karena ada industri yang mengeksploitasi dan memaksa orang membuka aurat.

    Kalau mau memberantas pornografi sebetulnya peraturan perundangan kita yg ada sudah cukup. Tinggal aparat keamanan mau konsisten atau tidak, itu saja. RUU Pornografi ini dibuat justru untuk mempermudah kelompok-kelompok penggemar kekerasan untuk melakukan tindakan sepihak kepada mereka yg dianggap porno.

    Mereka yang menolak RUU ini sebetulnya sudah lama sekali mengajukan berbagai UU untuk melindungi perempuan dan anak dari bahaya eksploitasi seksual dan sebagian dari perjuangan itu sudah berhasil dengan disahkannya UU Anti Kekerasan terhadap Perempuan misalnya, atau UU anti perdagangan perempuan dan anak (pornografi itu termasuk perdagangan perempuan dan anak. Atau bisa dikatakan bahwa perempuan dan anak diperdagangkan antara lain untuk keperluan pornografi).

    Jadi kelompok penolak RUU Pornografi sebetulnya jauh lebih maju daripada yang mendukungnya. Mereka sudah mengerti bahwa sebab2 pornografi itu antara lain perdagangan perempuan, kekerasan dan eksploitasi. Bukan cuman pamer aurat atau hidup zinah. Itu sih dangkal banget analisanya.

  8. save our nation
    Thursday, 18 September 2008 at 7:04 pm

    RUU Pornografi????????????????
    buatku gak penting coz bukan RUUnya yang perlu dibuat namun bagaimana memberkan pendidikan sex yang benar bagi masyarakat. coz dari sex education yang diberikan secara proporsional n tepat sasaran akan membuat pendidikan di negeri ini baik soal pemahaman sex.

    RUU pornografi bagi saya malah menjadi akal bulus para petinggi negara or yang dibilang wakil rakyat untuk mengeruk keuntungan. lebih baik alokasi dana untuk pembuatan RUU ini di alokasikan untuk pendidikan or bidang yang lain. berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk alokasi pembuatan RUU ini. sayang, n sungguh kasihan nasib bangsa ini.

    semua diukur oleh kebijakan or keutamaan salah satu agama yang mayoritas. ingat bung negara ini Bhineka bukan negara dari salah satu agama tertentu.

    RUU pornografi sungguh hanya untuk akal-akalan saja. hak anak n perempuan undah adah wadahnya tersendiri???? terus bagaimana RUU yang mengatur hak laki-laki????????

    Tolak RUU PORNOGRAFI YANG AKAN MENGHANCURKAN KELUARGA BANGSA INI, RUU INI JUGA MENYALAHI HAM.

  9. Monday, 22 September 2008 at 9:51 am

    Seorang anggota DPR harus paham bahwa :
    1. Tidak semua tingkah laku yang menyangkut moralitas harus diatur dalam peraturan/ perundang-undangan negara.
    2. Hal-hal yang menyangkut moralitas yang tidak merugikan saudara-saudara kita dan dapat dipertanggung-jawabkan ilmiahnya cukup diajarkan di sekolah-sekolah dalam mata pelajaran budi pekerti / etika.
    3. Hukum-hukum/ aturan-aturan/ syariat-syariat yang dipahami oleh berbagai agama/ sekte-sektenya dan belum atau tidak dapat dipertanggung-jawabkan ilmiahnya merupakan kepercayaan pribadi masing-masing.
    ad1. Hanya tindakan/ perbuatan yang dapat merugikan secara phisik dan material saudara-saudara kita perlu diatur dalam peraturan/ perundang-undangan negara.
    ad 2. Pemerintah perlu menyaring setiap ajaran kepercayaan/ hal-hal yang belum dapat dibuktikan ilmiahnya disekolah-sekolah. Hal-hal yang perlu disaring adalah materi-materi berupa doktrin yang dapat membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa.
    ad 3. Hukum-hukum setiap agama berbeda dan banyak dipengaruhi oleh kebudayaan negara dimana seorang Nabi dilahirkan dan agama tersebut berkembang. Sebagai contoh wanita arab umumnya berjilbab, mengapa mereka harus berjilbab ? Perlu diperlajari sisi positif dan negatifnya memakai jilbab secara luas dengan hati nurani. Budaya betawi menjadikan muslim di Indonesia – Jakarta berpeci dll.
    LUNYU pada lebih dari 25 abad yang lalu menegaskan, bahwa wanita tidak harus mengenakan 6 penutup (jilbab), tetapi negara harus memiliki hukum memberikan perlindungan pada anak-anak dan kaum wanita. Kaum wanita harus diberikan kesempatan mengekpresikan dirinya sehingga mereka terlihat cantik dan menarik. Pasangan yang hidup bersama harus mengadakan pesta pernikahan dengan berpakaian pesta pernikahan yang tidak terlihat biasa / harus glamor. Selain mengadakan pesta pernikahan harus dilengkapi dengan surat nikah sebagai bukti saling terikat secara hukum. Dengan demikian negara dapat melindungi pasangannya dari tindakan yang tidak sesuai hukum negara, antara lain : kekerasan rumah tangga, selingkuh, perampasan istri oleh orang lain dll. LUNYU juga tidak pernah memaksa kaum wanita melepas jilbabnya, tetapi mengajarkan kaum wanita harus bisa tampil beda/ mempercantik diri dan terdidik sehingga dapat membantu dan tidak diremehkan oleh suaminya. Akibatnya dari waktu kewaktu setelah beberapa abad para wanita di cina tidak lagi merasa perlu memakai Jilbab. Semua itu disebabkan oleh Hukum yang dapat ditegakan oleh Negara.
    Suatu alasan mengapa pada awal peradaban manusia kira-kira > 25 abad yang lalu para wanita merasa perlu memakai 6 penutup sehingga hanya kelihatan mata saja (jilbab) disebabkan oleh 6 faktor, sebagai berikut :
    1. Kehidupan kaum wanita belum ada kedamaian karena kejahatan berupa pelecehan sexual, pemerkosaan terhadap kaum wanita masih merajarela. Adalah suatu kebodohan apabila kaum wanita tidak mengenakan 6 penutup hingga hanya kelihatan matanya saja.
    2. Kaum wanita mengerti manfaat mempercantik diri supaya dihargai oleh suami dan lingkungan. Akan tetapi semua itu tidak berguna karena pemerintah belum memiliki perangkat hukum untuk melindungi keselamatan mereka. Pada saat itu sebaiknya mereka mengenakan 6 penutup saja.
    3. Pemerintah belum memiliki perangkat hukum untuk memaksakan hubungan antar manusia yang didasari oleh kepercayaan harus dapat dipertanggung-jawabkan didepan hukum. Para pencuri saja masih merajarela. Pada saat itu sebaiknya mereka mengenakan 6 penutup saja.
    4. Para wanita yang berani berterus terang mengungkapkan keinginannya dan memperlihatkan kecantikan dirinya didepan umum/ masyarakat dapat berakhir dihukum gantung oleh masyarakat yang pola pikirannya masih BIADAB dilingkungannya. Pada saat itu sebaiknya mereka mengenakan 6 penutup saja.
    5. Para wanita yang berani menyampaikan keinginannya yang tidak sesuai dengan yang telah ada dinilai sebagai wanita yang tidak patuh . Pada saat itu sebaiknya mereka mengenakan 6 penutup saja.
    6. Para wanita yang bersikap tegas pada suaminya dinilai sebagai wanita yang penuh dengan kesombongan. Pada saat itu sebaiknya mereka mengenakan 6 penutup saja.
    “Orang-orang yang paling tidak bermoral sekalipun yang penting adalah penampilannya”.
    Kita tidak boleh menjadikan standar berpakaian sebagai acuan orang bermoral atau tidak bermoral. Sudah banyak contoh-contoh orang-orang yang hendak melakukan kejahatan mengenakan pakaian yang dianggap sebagai pakaian orang-orang bermoral. Kebanyakan agama mengajarkan orang-orang harus menjalankan hukum-hukum agamanya sehingga dapat diterima di sorga. Kemudian tanggung-jawabnya sebagai masyarakat dunia diabaikan demi menjalankan hukum-hukum agamanya. Pemahaman ajaran agama yang tidak memiliki kesamaan menjadikan timbulnya berbagai sekte. Tidaklah mengherankan ada kehendak tidak demokratis dari pemimpin-pemimpin sekte-sekte agama tertentu yang telah merasa berada diatas angin hendak memaksakan doktrin-doktrinnya. Sekali lagi saya katakan orang-orang ini mengaku dirinya demokratis tetapi sesungguhnya bukanlah orang yang demokratis dan secara sadar maupun tidak sadar telah menghendaki masyarakat kembali ke zaman prasejarah yang BIADAB.
    Moralitas seseorang dapat dilihat dari pikiran, ucapan maupun tindakannya yang apakah berdasarkan “Damai”, “Amal” dan “Karya” untuk mencapai “Hidup Tenang”.
    Bagaimana seorang anggota DPR dapat bicara tentang “Moral” kalau dirinya tidak mengerti manfaat hidup atas dasar Damai, Amak, Karya untuk mencapai Hidup tenang ?
    “Ilmu pengetahuan tidak mengenal Negara”.
    Jangan sekali-kali menjadikan acuan sistim bermasyarakat harus sesuai dokma agama sekte-sekte tertentu. Lihat dan pelajari dengan HATI NURANI sisi positif sistim bermasyarakat dari negara-negara yang telah berhasil dan pikirkan bagaimana menanggulangi sisi negatifnya tanpa mengurangi sisi positifnya. Mengerti ilmiahnya dan menerapkan secara bertanggung jawab hukum/ sistim bermasyarakat di negara-negara maju bukan berarti menuruti ide-ide mereka.
    Orang-orang yang cerdik adalah orang-orang yang mampu mencontoh dan mengembangkan ilmu yang telah berhasil diterapkan oleh orang lain.
    Orang-orang berwawasan sempit mempertahankan apa yang telah diketahuinya tetapi tidak pernah dimengertinya.
    Jangan pernah berpikir sistim bermasyarakat negara saya harus mengikuti ARAB atau BARAT atau CINA atau INDIA. Tidaklah tepat memiliki pola berpikir seperti itu. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang “CINTA KEDAMAIAN”.
    “Negara yang memiliki hukum menjadikan semua orang yang ucapannya membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa akan menjadikan dirinya harus dijebloskan tinggal dipenjara, Negara yang belum memiliki hukum menjadikan ucapan yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa boleh diucapan secara bebas oleh anak-anak kecil”.
    Karena itu tidaklah mengherankan di USA, Australia, Cina sangat keras terhadap rasialis. Keluarga maupun pasangan yang hendak menikah mempermasalahkan agama yang dianut calon pasangannya dan dapat menjadikan dirinya dijebloksan dalam penjara. Begitu pupa pada kartu Indentitas diri tidak pernah mencantumkan agama. Bagaimana dengan Indentitas diri dan undang-undang perkawinan Negara kita Indonesia, mengapa masih mencantumkan agama dan batas waktu berlaku pada KTP ?, mengapa ada undang-undang mengharuskan perkawinan harus dari agama yang sama dan disahkan oleh pemimpin agamanya ? bukankah ini mengherankan dan harus menjadi prioritas untuk dituntaskan oleh Pemerintah dan DPR ???
    Kalau betul ada anggota DPR dari Partai (deleted) menuding para penolak RUU Pornografi telah sesat pikir :
    I. Melupakan nilai-nilai agama yang diagungkan oleh Pancasila yang berarti mengagungkan aturan luhur ???
    Jawab : Membuat perangkat hukum yang menghendaki masyarakat dapat bertindak tanpa proses pengadilan adalah bertentangan dengan Trias Political, Pancasila, Moral dan menghendaki masyarakat bertindak BIADAB.
    II. Para penolak RUU Pornografi juga dinilai tidak siap berdemokrasi. Alasannya, proses panjang dan dialektika antarfraksi yang sudah berjalan lama tidak dihargai dengan semestinya. Mereka belum siap berdemokrasi, karena mereka tak menghormati proses panjang wakil rakyat mendiskusikan RUU ini.
    Jawab : Memberikan kebebasan para kaum wanita mengekpresikan dirinya adalah tindakan yang tidak demokrasi dan bertentangan dengan HAM. Apakah segelintir anggota wakil rakyat yang telah bekerja keras dan melakukan kerja keras dan proses panjang yang menghendaki kaum wanita dirugikan perlu dihormati ?. Pemerintah tidak cukup hanya meng-petieskan RUU pornografi ini, tetapi perlu dipikirkan apakah perlu menuntut mereka kepengadilan dengan tuduhan hendak memecah belah bangsa.
    III. Kelompok tertentu pada RUU Pornografi membuktikan mereka tidak siap menjadi bagian dari keluarga besar Negara Kesatuan Republik Indonesia, “Mereka melupakan amanat UUD 45 Pasal 31 Ayat (3) bahwa pendidikan nasional bertujuan meningkatkan iman takwa dan akhlak mulia.
    Jawab : RUU pornografi ini justru akan memporak-porandakan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menghendaki anak didik belajar hal-hal yang belum dan tidak dapat dimengerti ilmiahnya adalah tindakan mengdoktrin masyarakat tentang pemahaman ajaran agama yang dipercayanya dan tidak dimengertinya. Semuanya adalah untuk kepentingan kelompoknya sendiri.
    IV. (deleted) juga menilai penolakan ini lebih menuruti ide kebebasan Barat. “Para penolak RUU lebih terinspirasi dan mewakili ide kebebasan Barat yang nyata-nyata gagal melindungi rakyatnya dari bahaya pornografi,”
    Jawab : Tidak perlu mengikuti BARAT ataupun ARAB ataupun CINA ataupun INDIA. Saya tidak melihat BARAT maupun CINA tidak memiliki aturan/ perangkat hukum yang membatasi PORNOGRAFI, tetapi mereka mengganggap orang yang telah berumur lebih dari 17-18 tahun berarti secara phisik dan pikiran mereka dewasa dan dapat membedakan mana tindakan yang merugikan orang lain dan tidak merugikan orang lain.
    Boleh memakai alasan membawa kabur istri/ pasangan orang dan memperkosa hanya dengan alasan salah suami yang membiarkan istrinya naik taksi duluan dan orang sampai tergoda kecantikan istrinya dan memperkosa istrinya adalah hal yang wajar  Bukankah orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang berpikiran sempit dan masih BIADAB ?
    Pembantu rumah tangga tidak berhak menuntut majikan yang memperkosa dirinya, bahkan dirinya akan dihukum mati jika untuk mempertahankan kehormatannya sampai melukai atau membunuh majikannya  Bukankah kalau sampai ada negara yang masih mempertahankan hukum primitive ini adalah negara yang masih BIADAB ?
    Nafsu birahi mengebu-ngabu karena :
    – Melihat wanita itu sedang menyusui anaknya sehingga kelihatan buah dadanya,
    – Melihat betis wanita yang mulus,
    – Melihat paha wanita yang mulus,
    – Celana dalam wanita tersebut telihhat,
    – Melihat wajah wanita yang cantik dan menggoda,
    – Belahan buah dada wanita tersebut terlihat.
    – Mata wanita tersebut terlihat sexy dan menggoda,
    – Telinga wanita tersebut terlihat sexy dan menggoda,
    – Leher wanita tersebut terlihat sexy dan mengggoda,
    Melihat, melihat, melihat menjadikan nafus birahi mengebu-ngebu dan ingin memperkosanya dan masih dapat menahan diri adalah halyang wajar.
    Kalau sampai mengajak masyarakat beramai-ramai membantainya  Bukankah tindakan mengajak ini mencerminkan orang-orang yang berpikiran sempit dan tidak menghargai hukum dan masih BIADAB ?

  10. Rock1
    Tuesday, 23 September 2008 at 2:14 pm

    Saya setuju dgn pendapat anda, besar kemungkinan ini akan di gunakan oleh Oknum2 utk memeras korbannya. karena RUU ini tidak jelas parameternya. dan yg ke 2, RUU ini jelas mau menjuruskan NKRI menjadi negara islam. pertanyaannya, Bgm harus bersikap dan terhindar dari razia oknum2 tsb. jawabannya cuma pakai cadar ISLAM. inikah Indonesia ?? Saat ini rakyat tengah mencermati parpol mana saja yang memihak ke-rakyatan dan lebih peduli dgn Budaya di masing2 daerah.

    BALI adalah satu daerah yang akan melepaskan diri dari NKRI. dan saya setuju, bukan karena pikiran sempit. tapi di karenakan setiap daerah ingin bebas, dan BALI selama ini tidak pernah ada noda mengenai pemerkosaan terlalu parah, kenapa ?? karena bali menerapkan sistem terbuka. semakin di tonjolkan tubuh wanita (memang awalnya pria tertarik) tapi bilamana sudah ratusan kali melihat akhirnya akan terbiasa sendiri.

    Apakah para pejabat yakin , dengan di rem seperti ini rakyat akan patuh.TIDAK !! justru sebaliknya, mereka akan sembunyi2 mencari mangsa, dan kejadian akan lebih parah lagi. Sifat manusia, semakin dilarang maka semakin penasaran ia.

    Saya ingin diskusi dgn para pejabat pembuat RUU ini kalau ada kesempatan , ingin menanyakan logika dan kesetiannya utk mempertahankan NKRI ini. Timor timur sudah lepas, siapa yang salah ? Boleh2 saja , bilang bahwa itu mayoritas penduduk sana, yah jelas lah… selama di NKRI apa yang mereka dapatkan ??? semua Pajak lari ke PUSAT !!!

    BALI akan lepas, dan devisa negara akan hilang. dan belum lagi serentetan bentrokan antar massa, sweeping org2 islam dll. akan banyak sekali perlawanan2 yang timbul. harap pikirkan dan hitung untung – ruginya masak2.

    Saya hanya mengingatkan , sejak jaman dahulu pelacuran tidak bisa di hindarkan termasuk di arab. kenapa ?? karena itu sdh hasrat dan kodrat manusia. akan tetapi kita dapat me – LOKALISASIKAN nya supaya racun masyaratkat ini tidak terlalu jauh dampaknya. itu saja

  11. Mario
    Wednesday, 24 September 2008 at 1:47 am

    Inikah proyek DPR selama 10 tahun ? takut ketahuan bahwa budget RUU Pornografi ratusan milyar hangus tanpa ada hasil ?
    DPR hendaknya melihat dari segi budaya. Kehidupan Individu tidak perlu di atur dlm UU.

    Saya rasa daerah2 lain akan setuju bilamana di tambahkan ttg TIDAK BOLEH POLIGAMI , dan bilamana ketahuan akan di penggal. Apakah DPR berani meloloskan ini ? Pernyataan DPR akan di uji mengenai tidak ada nya keterlibatan ISLAM dlm hal RUU ini.

    Janganlah mau di bodohi oleh oknum2 yang ingin memeras korbannya nanti.

  12. emen
    Wednesday, 24 September 2008 at 5:08 am

    saya setuju ruu di segera disahkan.
    biar mampus pelaku pornografi di muka bumi ini.
    kalo soal DPR , mereka kan perwakilan kita. baik buruknya dpr juga cerminan baik buruknya masyarakat.
    500 anggota dpr mewakili 200 juta rakyat indonesia.
    1 orang anggota dpr yang cabul mewakili 400rb rakyat indo yang cabul.
    kalo pdip dan pds nolak, ya voting saja, gitu aja repot.
    siapa pun yang menang harus terima, ini kan demokrasi.
    kalo mereka yang nolak terus anarki atau demo besar2an, ga usah dimarahin.
    itulah kondisi masyarakat kita.
    mau jadi agent of change? sering2 lah nulis blog hehehe…

  13. Rock1
    Wednesday, 24 September 2008 at 7:39 am

    Keliatannya saudara emen senang sekali bilamana nantinya ada tindakan anarkis. saya bukan meng-kompori diskusi ini. mari kita kilas balik sepak terjang kepolisian Indonesia ini. dari mulai hal2 kecil spt tilang kendaraan yg ujung2nya adalah pemerasan dan tindakan oknum main pukul dan tingkahnya bikin masyarakat muak. Kenapa mereka berani ? karena mereka di payungi oleh hukum. mereka merasa jagoan dan berhak untuk mencampuri dan sekaligus memeras korbannya.

    Apakah saudara yakin , blmana istri atau adik perempuan anda kena razia dgn tuduhan yang tidak masuk akal yaitu :
    – Matanya menggoda atau
    – Betis kakinya yg mulus dan menggoda polisi atau
    – bajunya kependekan.

    Itu baru sedikit tuduhan yang mampu di legitimasi oleh polisi dan berhak menyeret korban ke meja hijau dan ujung2nya adalah pemerasan, karena korban semampu mungkin akan mencoba mengelak dari hukuman penjara. dan dengar2 dendanya cukup besar kisaran 200jtan / hukuman penjara 2-5 tahun.

    Parameter ini tidak jelas , dan oknum2 ini jauh lebih segar krn merek dapat dgn MUDAH memeras. Mari anda lihat baik2 sejarah kepolisian negara kita. Mereka adalah KAUM pemeras bukan pelindung. saya menuding begini bukan tanpa alasan dan bukti. pernakah anda di TILANG / pernah menabrak seseorang walaupun kasusnya selesai secara damai , tapi POLISI bilang ‘ Anda memang sdh beres dgn korban , tapi dgn saya (POLISI) belum !’ ini bikin saya MUAK dan BENCI terhadap POLISI.

  14. Parno
    Wednesday, 24 September 2008 at 4:34 pm

    Wah RUU Pornografi ini hebat, setiap orang wanita harus diusir dari Indonesia. Soalnya banyak juga teman (termasuk aku) kalau lihat cewek bagaimanapun bentuknya terangsang lho………….he..he…he..
    Jadi ngak perlu ada wanita di Indonesia, menurut pasal 1

  15. v
    Thursday, 25 September 2008 at 3:29 am

    ummm…
    saya bingung dgn kalian2 yg tlalu mnggembor2kan penolakan RUU_P…
    begini saja…
    negara kita mayoritas islam…
    anda2 yang merasa hak2 nya terganggu dengan RUUP ini dimana pada dasarnya (ga peduli kepentingan orang2 yang terlibat di dalam nya) ini untuk menghilangkan maksiat dari negara kita…
    anda2 menentangnya…
    silahkan….
    dunia ini hanya sesaat…
    hak2 yang anda2 perjuangkan apakah nantinya akan membantu saudara2 pada saat pertanggung jawaban di depan Allah SWT….
    pikirkan akhirat anda…
    jangan sampai hal ini ( sgala bentuk reaksi yang timbul dalam rangka RUUP) menjadi beban anda di akhirat….

  16. Rock1
    Thursday, 25 September 2008 at 5:01 am

    RUU ini saya lihat di MetroTV telah & akan di perbaiki. yang di perdebatkan skrg ini yang selalu menjadi korban adala wanita. Boleh2 saja anda bilang mempertanggung jawabkan ke akhirat.pertanyaan nya siapa yang melakukan ?? pasti lelaku hidung belang khan ?? jadi siapa yang salah, si perempuan atau lelaki, sedangkan dlm jaman modern ini sikap dan berpakaian adalah hak setiap orang tidak peduli dia itu wanita / pria.

    Bilamana RUU ini mengacu untuk perlindungan Anak dari para mafia pornografi , saya setuju ! tapi bilamana memasukan bgm harus berpakaian dan berjalan, ini tidak lebih dari negara KOMUNIS !!

    Bukan masalah mayoritas / minoritas , sbg cotoh Singapura juga negara modern namun akhlak dan moralitas mereka tinggi , kenapa ?? karena mereka di payungi HUKUM yang dapat di percaya !

    Disana pembunuh , pemerkosa, narkoba hukumannya gantung/mati.

    Silahkan anda berpikir terlepas dari agama , Cina (Atheis & komunis) , Rusia (Komunis), AS, SG , thailand dan Australia. yang saya sebutkan tadi adalah negara yang berpegang teguh kepada Hukum dan rakyatnya masih dapat hidup bebas Dugem dan bgmnapun. tapi begitu melanggar spt memperkosa, silahkan anda COBA disana apakah masih bisa pulang dgn hidup !!!

    Jangan BODOH !!

  17. Thursday, 25 September 2008 at 6:05 am

    untuk bangsa,….
    saya sangat terkesan dengan animo masyarakat terhadap ruu pornagrafi ini, berbagai bentuk dukungan dan penolakan hampir setiap hari ada, walaupun (kelihatanya) pihak yang menolak jauh lebih banyak, karena mereka didukung hampir semua media yang ada baik itu elektronik maupun tulis. yang menjadi keheranan saya adalah isu yang dilemparkan adalah isu pengekangan budaya yang beragam dan isu kemungkinan main hakim sendiri. padahal kalau sama2 kita baca pasal 12 jelas ada pengecualian untuk hal2 yang menyangkut adat istiadat dan lain. sedangkan untuk isu main hakim sendiri saya rasa dpr harus menjelaskan secara jelas pasal ini. jadi kalau memang penolakan itu lebih disebabkan karena beberapa pasal ada baiknya ini di bahas lagi tapi bukan dengan aksi menolak. kecuali kalau penolakan itu memang ada agenda lain itu sudah menjadi berbeda. saya laki2 dan saya insya allah normal, ketika di pertontonkan kepada saya yang hal2 yang porno sudah pasti saya bereaksi, tapi karena usia saya sudah 30 tahun saya akan lebih dewasa menyikapi ketika melihat hal itu, tapi bagaimana dengan anak2 kita…..?
    jadi bukalah hati anda semua, kalau memang masih ada yang perlu di bahas lagi, sampaikan aspirasi untuk membahas lagi bukan dengan hanya menolak tanpa memahami…..
    ragards
    syarif

  18. Rock1
    Thursday, 25 September 2008 at 6:46 am

    Saya setuju dgn pak. syarif, memang DPR harus mengkaji ulang kembali pasal2 yang dianggap mengekang dan tidak jelas parameternya. akan lebih baik lagi bilamana di cantumkan batasan usia. karena ini akan bersifat lebih spesifik dan tidak main langsung hakim sendiri.

    Telah jelas, di forum ini baru sekitar ‘PERANG’ urat syaraf, pada parkteknya kemungkinan akan lebih gawat lagi. hendaknya DPR memilah2 dan mempertajam UUD yang sudah ada. Bukan saya tidak setuju, ramuan RUU ini jelas seperti mem-bodohi rakyat.

    apakah di forum ini mengakui bahwa 70% dari rakyat indonesia adalah BODOH ?? kenyataannya adalah YA. karena kenapa ? Pemerintah tidak peduli :
    1. Pendidikan
    2. Ketentraman
    3. Kejelasan HUKUM.

    Yang saya sebutkan di atas silahkan anda menengok sekeliling anda apakah masih ada pengemis dan mereka tahunya hanya sistem Anarkis (artinya perut lebih menang daripada moral !!).

    Mungkin akan banyak yang tersinggung, utk itu saya minta maaf terlebih dahulu. Ini di karenakan 2 hal saya memaki2 spt ini :
    1. HUKUM tidak berjalan di Indonesia
    2. Aparat / Pejabat sering melakukan tindakan kekerasan dan Pemerasan.

    hanya 1% kepercayaan yang ada thd instrumen ini.

    Kiranya DPR dapat menyikapi ini dgn kepala dingin dan ini baru permulaan ( baru adu mulut ) belum tindakan lebih jauh yang saya sendiri tidak berani membayangkan.

    Salam,
    Rock1

  19. Jenny
    Friday, 26 September 2008 at 1:46 am

    Kalau RUU ini di loloskan , kami juga meminta di buat UU utk TIDAK boleh Poligami ! Dan Cowoknya harus pakai Kemben dan jangan terlihat Aurat nya !! dan mereka harus pakai HELM kalau di luar rumah supaya tidak menggoda WANITA..!!!

    Khan tidak ada unsur Agama, saya mau lihat apakah DPR punya nyali ttg ini ??

    UU yang di buat setelah th 1945 tidak ada yang beres.

    Sampai KPK sendiri terlibat Korupsi , hebat khan !!

  20. Umar
    Friday, 26 September 2008 at 1:54 am

    Haha…. ada-ada saja, tapi bener juga RUU ini diskriminasi , dan terkesan Laki2 maunya menang dan enak sendiri.

    Tapi setelah saya baca komentar2 di atas , ketakutan dan ketidak percayaan sudah memang wajar.

    Jadi DPR lebih baik mengacu kepada HAK & Kewajiban setiap warga negara adalah SAMA !

    Aparat janganlah terlalu di beri senjata yang berlebihan , payungi Rakyat dgn HUKUM yang jelas.

    Umar

  21. fera
    Saturday, 27 September 2008 at 9:06 am

    Maaf, sangatlah tidak adil memperdebatkan RUU pornografi draft yang lama. Baca dong draft RUU yang terbaru, tidak ada satu katapun yang membatas wanita dalam hal berpakaian,tidak ada usaha islamisasi apalagi talibanisasi tidak ada satupun yang yang mengganganggu kebinekaan, tidak ada kriminalisasi tehadap perempuan. yang ada adalah SEMUANYA FITNAH. yang ada adalah pelarangan dan pembatasan terhadap INDUSTRI PORNOGRAFI
    nih pasalnya
    LARANGAN DAN PEMBATASAN

    Pasal 4
    (1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:
    e. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
    f. kekerasan seksual;
    g. masturbasi atau onani;
    h. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau
    i. alat kelamin.
    (2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:
    a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
    b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
    c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
    d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

    Tolong kalau melihat sesuatu jangan parsial tapi secara menyeluruh. SO orang pintar baca dulu baru komentar

  22. Rock11
    Wednesday, 8 October 2008 at 8:03 am

    Saat ini pansus mengusulkan untuk menguji coba kepada publik thd masyarakat yang masih menentang dgn RUU ini.

    Saya mencoba untuk berpikir positif , namun ada salah satu pasal yang kemungkinan bersifat menjebak.

    Ini mengenai teknologi informasi, intinya bilamana seseorang mendownload sesuatu dari situs porno maka ia akan dikenakan pasal tertentu dan hukumannya bukan main beratnya.

    Pertanyaannya sejauh mana keakuratan bahwa seseorang tlh mendownload suatu file porno ?
    Saya kurang mengerti mengenai teknologi , tapi ada atu point yaitu :
    1. Setiap orang atau si A menggunakan DHCP (Dynamic / Acak IP) yang selanjutnya akan menjadi KTP seseorang dlm mengunjungi suatu situs.

    Bilamana IP tersebut di gunakan oleh orang lain / si B di waktu yang salah. maka si B di nyatakan bersalah krn dgn jelas ia telah mengunjungi dan mendownload. walaupun ia tidak melakukan.

    Ini harus di perjelas dgn teknologi apa yang dapat merekam seseorang.

    2. Setiap IP dapat di bagi2 menjadi beberapa komp yang di sebut Router. yang penggunaannya kita tidak tahu , ini terjadi pada Warnet yang memiliki komp lebih dari 2.

    Internet akan menjadi Rawan , hendaknya di perjelas.

    Salam
    Rock1

  23. Pena Budaya
    Saturday, 11 October 2008 at 9:31 am

    Saya setuju bahwa ada pornografi yang harus diatur seperti misalnya penggunaan anak-anak dibawah umur atau perempuan/laki-laki yang terjerat trafficking dalam industri pornografi atau pornografi yang berbau hardcore (menampilkan adegan seks dengan kekerasan). Nah, ini jelas harus diatur & korban harus dilindungi. Di satu sisi, pelarangan pornografi secara totalitas seperti yang ditawarkan UU ini hanya akan menyebabkan industri pornografi menjadi industri underground. Ini akan menyebabkan kesulitan gerak para penegak hukum untuk melindungi para korban, kalau memang niat mereka untuk melindungi korban dengan UU ini. Saya pribadi lebih memilih industri pornografi tetap diperbolehkan dengan batasan-batasan tertentu sehingga lebih mudah dipantau.

    Pasal 22, 23 dan 24 menurut saya berbahaya karena ini dapat melegitimasi gerakan radikal dari kelompok-kelompok seperti we-know-who. Seharusnya hanya pihak kepolisian yang menangani masalah pornografi bukan masyarakat. Masyarakat mungkin dapat melaporkan tapi tidak bisa se-enaknya melakukan sosialisasi tanpa bimbingan pihak kepolisian – misalnya.

  24. Tom & Jerry
    Saturday, 18 October 2008 at 6:41 am

    Bagi saya singkat saja. manajemen pikiran Anda dengan benar, maka tidak perlu RUUAPP.
    Orang yang pikirannya ditata sesuai ajaran Tuhan dalam agamanya masing-masing, maka dia tidak gampang terpengaruh oleh siasat-siasat iblis yang menggunakan pornografi dan pornoaksi. Atau, jika mulai terpengaruh, dia segera sadar dan bertobat.
    Di sini, peran pembina agama (apapun) sangat diharapkan untuk terus menerus memperingatkan umatnya tentang DOSA, yang sekarang ini sudah dianggap sebagai hal yang sepele, padahal dosa akan membawa manusia pada penghukuman Allah yang kekal.
    Wahai manusia-manusia yang berakal budi dan hati nuraninya tidak mati, jangan habiskan waktu dengan berpolemik seperti ini. Pakailah waktu untuk belajar menahan diri dan menata pikiran agar tidak ikut-ikutan gila dengan pornografi.
    Jika merasa sudah mampu, bimbing teman-teman dan saudara-saudara atau orang-orang yang kita jumpai agar mereka juga bisa memakai akal sehatnya.
    Dengan demikian, ada atau tidak UUAPP, tidak masalah, karena jika tidak ada lagi yang berminat, apakah pornografi masih laku? Pasti akan hilang dengan sendirinya.

    Bagi saya, ada atau tidak UUAPP tidak masalah karena mulai sekarang saya akan belajar dan mendisiplin pikiran saya utk menolak pornografi dan pornoaksi.

    Salam damai.

  25. #na
    Wednesday, 22 October 2008 at 7:16 am

    RUU Pornografi banyak yang menolak kenapa ya??

    Apa mereka-mereka yang menolak RUU ini suka orang-orang Irian terus berpakaian(maaf) koteka?? hanya karena sebagian orang yang sok ingin melindungi kebudayaan mereka, Adakah yang mengganggap mereka orang2 Irian itu sebagian besar mendapat pendidikan layak??? pasti jawabnya sudah bisa ditebak, Coba anda renungkan dan pikirkan, adakah dari jaman purbakala dulu sampai jaman pra modern kehidupan dan kebudayaan manusia mengalami kemunduran, dari yang dulu berpakaian sekarang malah telanjang??Saya rasa tidak ada!!!karena memang sudah kodrat manusia untuk memiliki rasa malu agar kehidupan semakin baik, karena definisi Kebudayaan sendiri adalah kemampuan manusia untuk berpikir kreatif dalam menunjang kebutuhan hidup dan menuju kehidupan yang lebih baik. Karena itu sudah pasti manusia butuh aturan nyata dalam negara dan tidak cuma pengertian-pengertian saja <<<
    Saya heran sebagian orang mengganggap kesalahan manusia saat laki-laki melihat wanita dalam artian orang-orang materialis adalah seni yang membuat birahi muncul karena salah laki-laki itu yang memandang dengan nafsu, lalu bagaimana wanita itu??Apa dia tidak salah??Apa hanya gara-gara uang dan material kita dapat mengorbankan generasi muda kita??
    Coba kita pikir kalau seandainya laki-laki tersebut benar2 terangsang oleh aksi si wanita dan melakukan perbuatan asusila pada wanita lain,,,,bagaimana???Apa orang-orang yang menolak RUU tsb mau ikut bertanggung jawab…pasti jawaban mereka hanya …”Ya dihukum saja si pria dengan seberat-beratnya!!”…tapi bagaimana kalau hal itu bisa kita cegah??bagaimana seandainya karena RUU itu si wanita tersebut urung melakukan tindakan-tindakan kurang senonoh tersebut??
    Tapi ya terserah biarkan saja para Dewan kita atau orang2 yang menolak RUU ini berkoar yang paling perlu digarisbawahi adalah masalah moral bangsa kita memang sudah diambang krisis, perlu diketahui bahwa dari data yang pernah saya baca, hampir 90% pelaku pemerkosa dan tindakan asusila pada perempuan dan anak-anak karena mereka pernah melihat/ melakukan tindakan asusila dan pornografi dan hampir 2,6 juta wanita pernah melakukan aborsi ….Ini berarti media-media pornografi dalam bentuk apapun memang telah mempengaruhi Moral dan etika bangsa kita…

  26. Angeline
    Friday, 31 October 2008 at 2:47 am

    RUU Pornografi? aduh..hari gini.. Lagi GLOBAL CRISIS, dimana orang bakal banyak yg di-PHK-kan di seluruh dunia, dimana akan banyak meningkatnya kejahatan dan kekacauan ekonomi…. eeeeh, para wakil kita di DPR tetap dengan mengatakan “Negara kita tidak terlalu terkena imbasnya” It’s crazy..n malah ngurusin n ngeributin masalah pornografi…

    Wah..wah…belum tentu para petinggi itu juga ga pernah terlibat dalam aksi2 demikian.

    humm..sy tidak menolak adanya pemberantasan pornografi.. tapi apakah moral bangsa akan lebih baik dengan itu? Pembatasan cara berpakaian dan berbusana bagi wanita? saya rasa tidak cukup demikian…
    Saya setuju bahwa segala situs2 dan video porno bisa diberantas…namun itu hanyalah sebagian kecil dr masalah yg bisa diselesaikan..hanyalah puncak GUNUNG ES saja… bagaimana dengan dasarnya??

    Penanaman budi pekerti, keimanan lah yang harus ditingkatkan dan diajarkan kepada generasi muda… dan juga sebagai generasi yg sudah tua dan apalagi petinggi2 negara kita haruslah memberi contoh yg baik.. Masa malah mereka2 itu yg tertangkap sedang menikmati segala praktek pornografi tersebut??? wah wah bagaimana dengan generasi muda?

    Rok mini, tank top, backless..pakaian wanita tersebut saya merasa tidak seharusnya ada pelarangan… yang penting adalah… para lelaki yg “sehat” akal pikiran dan jiwa…

    Jangan cuma wanita yg dipersalahkan, lalu bagaimana dengan para Gay?yg suka juga mempertontonkan lekuk otot2nya??humm bisa menarik perhatian sesama kaumnya toh?

    Sulit bagi kita sampai mengatur sedemikian..dan janganlah sampai membuat salah satu pihak/kelompok menjadi semakin menjadi2, main hakim sendiri dengan adanya RUU ini..

    Damai…
    Doa selalu utk kedamaian dan keamanan bagi Indonesia Tercinta..

  27. sayadewa
    Friday, 7 November 2008 at 3:10 am

    Pak Yanuar, bukan hanya di DPR yang penuh dengan orang-orang berwawasan sempit. dalam sebagian besar perdebatan publik tentang UUAPP ini juga dipenuhi orang-orang berwawasan sempit. Belum lagi nanti pelaksanaan UU itu, wuaaaah bertebaran petugas yang wawasannya sempit.
    Saya kira tak ada yang nggak setuju untuk memberantas Pornografi dan Pornoaksi. Yang kita khawatirkan adalah kepastian hukum yang apresiasinya membuka kekeliruan2 fatal dari sempitnya wawasan itu kan?
    Nah, percayalah, Indonesia ini masyarakatnya berbakat cerdas dan pintar. Hanya saja ada ituasi tertentu yang membuat bakat itu mampet (hua ha ha… saya termasuk yang nggak cerdas boss jangan marah dulu). Kalau kita semua cerdas, tak mungkin UUAPP bikin kita debat mulu. Pada intinya kita semua setuju berantas P n P. Tapi biar efektif dan efisien kita harus cerdas kan?
    makasih… (yang nggak cerdas pasti marah… he he he…)

  28. dissa
    Monday, 10 November 2008 at 1:55 pm

    saya benar benar tidak paham dan sangat tidak mengerti isi dari pada Undang2 tersebut, masih rancu dan seharusnya pemerintah mengkaji lagi dan merifsi isi undang2 tsb. masih banyak masalah yang harus dibahas dan di tuntaskan di negeri indonesia.misalnya kemiskinan, pengangguran, pendidikan dan lain sebagainya yang perlu di bahas dan dituntaskan.justru dengan adanya UUP tsb bisa memecah kebhinekaan tunggal ika karena di indonesia masih banyak suku primitif yang belum jelas isi uu tsb.Lebih baik pemerintah mengurusi dan menuntaskan polemik bangsa dari pada moral rakyat. Apakah pemerintah cukup BERMORAL???sehingga pemerintah mengeluarkan UU tsb. Lebih baik Pemerintah harus dididik dalam hal Moral supaya tidak adanya adegan Mesum yang saat ini sudah beredar di kalangan masyarakat, apakah itu tidak memelukan??

  29. Tuesday, 23 December 2008 at 4:12 pm

    I think you should point out the another side of the topic too… Hats Off to the discussion.

  1. Thursday, 6 December 2007 at 7:11 pm
  2. Saturday, 8 January 2011 at 5:35 am

Leave a reply to Umar Cancel reply