Home > 0 ALL, 0 bahasa indonesia, globalisation, information technology, politics, social, socio-cultural change, technology > Globalisasi, Teknologi Informasi dan Perubahan Sosial

Globalisasi, Teknologi Informasi dan Perubahan Sosial

Monday, 25 December 2000 Leave a comment Go to comments

(dimuat di Jurnal Wacana Elsppat: http://www.elsppat.or.id)

Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat membuat bola dunia terasa makin kecil dan ruang seakan menjadi tak berjarak lagi. Cara pandang terhadap duniapun sudah berubah. Teknologi informasi dalam perubahan cara pandang itu telah menjadi ujung tombak berbagai perubahan lain yang dirasakan manusia di muka bumi ini. Namun, perubahan macam apa yang diciptakan dan ke arah mana perubahan itu berjalan? Siapa yang diuntungkan dan siapa pula yang dirugikan?

Globalisasi : Proses yang Adil?

Globalisasi adalah satu kata yang mungkin paling banyak dibicarakan orang selama lima tahun terakhir ini dengan pemahaman makna yang beragam. Namun, apa yang dipahami dengan istilah globalisasi akhirnya membawa kesadaran bagi manusia, bahwa semua penghuni planet ini saling terkait dan tidak bisa dipisahkan begitu saja satu sama lain walau ada rentang jarak yang secara fisik membentang. Dunia dipandang sebagai satu kesatuan dimana semua manusia di muka bumi ini terhubung satu sama lain dalam jaring-jaring kepentingan yang amat luas.Pembicaraan mengenai globalisasi adalah pembicaraan mengenai topik yang amat luas yang melingkupi aspek mendasar kehidupan manusia dari budaya, politik, ekonomi dan sosial. Globalisasi di bidang ekonomi barangkali kini menjadi kerangka acuan dan sekaligus contoh yang saat ini paling jelas menggambarkan bagaimana sebuah kebijakan global bisa berdampak pada banyak orang di tingkat lokal, sementara wacana globalisasi dalam hal yang lain mungkin tidak begitu mudah diamati secara jelas.

Contoh yang bisa diangkat mungkin adalah perdagangan internasional, kebijakan dana moneter internasional hingga ijin operasi perusahaan multi nasional yang menunjukkan bahwa mata-rantai-dampaknya pada akhirnya akan berakhir pada pelaku ekonomi lokal, baik positif maupun negatif. Desain globalisasi ekonomi sendiri misalnya, memang pada awalnya dinilai beritikad positif, yaitu menaikkan kinerja finansial negara-negara yang dianggap masih terbelakang secara ekonomi dengan melakukan kerjasama perdagangan dan kebijakan industri. Namun, dampak negatifnya ternyata tidak bisa dielakkan ketika penyesuaian kebijakan global itu tidak bisa dilakukan di tingkat lokal. Situasi menang-menang yang ingin dicapai berubah menjadi situasi kalah-menang yang tak terhindarkan bagi pelaku ekonomi lokal. Kasus fenomenal seperti yang tak kunjung usai, penjualan perkebunan kelapa sawit oleh pemerintah baru-baru ini, atau kasus lain yang nyaris tidak terliput secara luas seperti hilangnya jutaan plasma nuftah di hutan dan Papua Barat, menunjukkan hal itu dengan jelas. Tentu masih ada banyak yang lain.

Maka, tidak heran apabila kemudian sebagian merasa bahwa isu globalisasi berhembus ke arah negatif, yaitu bahwa globalisasi hanya menguntungkan mereka yang sudah lebih dahulu kuat secara ekonomi dan punya infrastruktur untuk melanggengkan dominasi ekonominya, sementara negara yang terbelakang hanya merasakan dampak positif globalisasi yang artifisial, namun sebenarnya tetap ditinggalkan. Sebagian yang lainnya tetap optimis dengan cita-cita hakiki globalisasi dan yakin bahwa tata manusia yang setara di muka bumi ini akan terwujud suatu saat nanti dengan upaya-upaya membangun kebersatuan sebagai sesama penghuni bola-dunia.

Nampaknya, apapun esensi perdebatannya, yang ada di depan mata adalah berjalannya proses globalisasi di hampir segala bidang tanpa bisa dihentikan.

Teknologi Informasi (TI)

Teknologi Informasi (TI) yang kini berkembang amat pesat, tak bisa dipungkiri memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh proses globalisasi ini. Mulai dari wahana TI yang paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi, hingga internet dan telepon gengam dengan protokol aplikasi tanpa kabel (WAP), informasi mengalir dengan sangat cepat dan menyeruak ruang kesadaran banyak orang.

Perubahan informasi kini tidak lagi ada dalam skala minggu atau hari atau bahkan jam, melainkan sudah berada dalam skala menit dan detik. Perubahan harga saham sebuah perusahaan farmasi di Bursa Efek Jakarta hanya membutuhkan waktu kurang dari sepersepuluh detik untuk diketahui di Surabaya. Indeks nilai tukar dollar yang ditentukan di Wall Street, AS, dalam waktu kurang dari satu menit sudah dikonfirmasi oleh Bank Indonesia di Medan Merdeka. Demikian juga peragaan busana di Paris, yang pada waktu hampir bersamaan bisa disaksikan dari Gorontalo, Sulawesi.

TI telah mengubah wajah ekonomi konvensional yang lambat dan mengandalkan interaksi sumber daya fisik secara lokal menjadi ekonomi digital yang serba cepat dan mengandalkan interaksi sumber daya informasi secara global. Peran Internet tidak bisa dipungkiri dalam hal penyediaan informasi global ini sehingga dalam derajat tertentu, TI disamaratakan dengan Internet. Internet sendiri memang fenomenal kemunculannya sebagai salah satu tiang pancang penanda kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Internet menghilangkan semua batas-batas fisik yang memisahkan manusia dan menyatukannya dalam dunia baru, yaitu dunia “maya”. Setara dengan perkembangan perangkat keras komputer, khususnya mikro-prosesor, dan infrastruktur komunikasi, TI di internet berkembang dengan kecepatan yang sukar dibayangkan. Konsep perdagangan elektronik melalui internet, yang dikenal dengan nama e-Commerce yang lahir karena perkawinan TI dengan globalisasi ekonomi belum lagi genap berusia lima tahun dikenal –dari fakta bahwa sebenarnya sudah ada sekitar 20 tahun yang lalu—ketika sudah harus merelakan dirinya digilas dengan konsepsi e-Business yang lebih canggih. Jika e-Commerce “hanya” memungkinkan seseorang bertransaksi jual beli melalui internet dan melakukan pembayaran dengan kartu kreditnya secara on-line, atau memungkinkan seorang ibu rumah tangga memprogram lemari-esnya untuk melakukan pemesanan saribuah secara otomatis jika stok yang disimpan di kulkas itu habis dan membayar berbagai tagihan rumah tangganya melalui instruksi pada bank yang dikirim dengan menekan beberapa tombol pada telepon genggamnya, maka dengan e-Business, transaksi ekspor impor antar negara lengkap dengan pembukaan LC dan model cicilan pembayarannya juga bisa dilakukan dengan wahana dan media yang sama.

Karena itu, wajar jika pemerintah negara-negara Asia, negara yang dianggap kurang maju, kini mulai secara resmi mendukung perkembangan TI setelah sekian lama diam-kebingungan karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan perkembangan teknologi yang demikian cepat ini. Bagi Asia, yang saat ini sedang bekerja keras mengejar ketinggalan dari negara-negara maju dan pada saat yang sama mengalami perubahan sosial politik, keberadaan internet khususnya merupakan masalah yang pelik. Lebih buruk lagi, krisis ekonomi yang dialami Asia pada akhir tahun 90an menunda perkembangan TI di saat AS dan negara-negara Eropa sedang berkembang pesat dalam penggunaan teknologi itu.

Pertemuan Asian Regional Conference of the Global Information Infrastructure Commission (GIIC) di Manila pada bulan Juli 2000 menghasilkan rencana untuk membangun jaringan komunikasi, menyediakan perangkat pengakses informasi dari internet untuk masyarakat, menyusun framework penggunaan TI, membangun jaringan online-pemerintah, serta mengembangkan pendidikan untuk meningkatkan daya saing Asia. Namun memang masih ada hambatan, terutama antara lain sumber daya yang terbatas, masih kakunya sistem pemerintahan, serta perbedaan sosial politik di antara negara-negara yang kini harus bekerjasama –yang bila gagal diatasi, akan tetap menempatkan Asia di pihak yang merugi. Salah satu tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah Asia yang disepakati dalam pertemuan GIIC itu adalah mempersiapkan hukum mengenai transaksi, kejahatan internet, merek dagang, hak cipta dan masalah lain.

Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Tabloid Kontan On-line tanggal 9 Oktober 2000 yang mengutip IDC (Information Data Corporation), dana yang sudah dibelanjakan untuk kepentingan TI di Indonesia cukup besar. Tahun 2000 ini diperkirakan US$ 772,9 juta, naik dari US$ 638,4 juta tahun lalu. Jumlah ini belum termasuk investasi dotcom yang sempat bergairah obor-blarak dalam dua tahun terakhir. Dari US$ 772,9 juta itu, sebagian besar (57,7%) dibelanjakan untuk perangkat keras seperti PC dan notebook. Sebagian yang lain (14,4%) dibelanjakan untuk perangkat lunak. Seharusnya, angka untuk perangkat lunak ini jauh lebih besar daripada untuk perangkat kerasnya. Hal ini diduga keras karena di Indonesia tingkat pembajakan masih di atas 90%. Sementara dari 17 sektor yang membelanjakan uang untuk TI tadi, sektor yang paling banyak mengeluarkan uang adalah komunikasi & media (19,3%), diikuti oleh discreet manufacturing (16,9%), pemerintah (12,4%), dan perbankan (11,8%).

TI yang Mendorong Perubahan Sosial?

Sampai dengan bulan Juni 1999, masih menurut sumber dari Kontan On-line, dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 220 juta jiwa, jumlah personal computer yang ada di negeri ini hanya sekitar 2 juta unit. Itu berarti hanya 0,95% dari jumlah penduduk. Angka ini masih sangat kecil jika dijadikan pijakan konsepsi utopis TI yang mampu mendorong terjadinya perubahan sosial.

Namun, angka sekecil itu yang diperkuat dengan TI, khususnya pemanfaatan jaringan internet, bisa cukup menimbulkan dilema bagi pemerintah, lebih khusus lagi bagi negara yang memiliki peraturan ketat. Di jaman Orde Baru berkuasa dulu, TI disikapi dengan penuh kebingungan, seperti misalnya dalam kasus penggerebekan salah satu Internet Service Provider (ISP) di Jakarta saat “Kudatuli” –kerusuhan dua puluh tujuh juli—yang menghebohkan itu. Kasus ini layaknya menghadapkan kemajuan TI dengan alat perang dan kekuasaan. Dan seperti biasanya, senjata lebih berkuasa daripada teknologi. Namun, kekuatan TI yang ditekan itu kemudian tampil “jumawa” dalam episode jatuhnya Orde Baru. Konon, dipercaya bahwa gerakan mahasiswa dan bantuan logistiknya dikoordinasikan dengan memanfaatkan kecanggihan TI ini. Bahkan, komunikasi militer pun disadap dan semua sandi militer diterjemahkan oleh para aktivis dan dibagikan lewat pager, telepon gengam dan email pada para koordinator lapangan untuk mengantisipasi blokade militer yang menyapu Jakarta dan kota-kota lainnya saat itu, 1998 dan 1999. TI, secara langsung atau tidak, berkontribusi atas terjadinya suatu perubahan sosial yang bermakna di Indonesia yaitu jatuhnya rejim militeristik yang sudah berkuasa 32 tahun lamanya.

Tapi, entah dimana salahnya, pemerintah baru yang terpilih secara relatif demokratis pasca rejim Orde Baru ini juga gagap menanggapi kemajuan TI. Keppres 96/2000 yang garis besarnya berisi larangan masuknya investor asing di bidang industri multimedia di Indonesia, menunjukkan dengan jelas kebingungan pemerintah dalam merespon perkembangan bisnis multimedia, yang tentu ada dalam mainstream TI. Dengan Kepres itu, tersirat inferioritas yang luar biasa dalam diri pemerintah. Pemerintah beranggapan bahwa proteksi itu diberikan dengan asumsi tidak mungkin pemain-pemain lokal mampu bersaing dengan investor asing dalam dunia TI. Padahal, justru banyak pemain lokal yang berteriak dan menentang keppres ini. Satu-satunya pemain lokal yang terlihat paling getol mendukung dikeluarkannya keppres tersebut hanyalah PT. Telkom. Kebingungan ini juga terlihat jelas dalam perumusan UU Telekomunikasi beserta PP yang menyertainya. Dalam PP No 52/2000 misalnya, apabila seseorang ingin mendirikan warung internet, untuk mengurus ijin pendirian warnet, harus meminta ijin yang ditandatangani oleh menteri (!). Jelas, bahwa kebijakan pemerintah saat ini menimbulkan semakin banyak masalah yang timbul dalam pengembangan TI.

Dalam hal politik, meningkatnya tribalisme saat ini mungkin bisa dianggap terkait dengan kemajuan TI karena memperjelas banyak hal sehingga setiap orang dapat mengetahui peristiwa yang terjadi di mana saja, yang pada masa lalu tidak terlihat –tapi bukannya tidak ada. Demokrasi melanda dunia dan dunia menerapkan demokrasi itu melalui sistem telekomunikasi global. Dengan semakin banyaknya informasi yang diterima masyarakat, pemerintah harus mulai berubah ke arah sistem dimana peraturan dan hukum didasarkan bukan pada kemauan pemerintah, melainkan pada legitimasi masyarakat. Konsep Negara Kesatuan misalnya, jika dilihat dari kacamata TI dan globalisasi secara paradoks bisa jadi sudah punah karena negara yang efektif justru memecah dirinya menjadi bagian lebih kecil dan lebih efisien. Kenichi Ohmae dalam bukunya yang terkenenal The End of the Nation State, melihat dengan jelas bahwa gagasan “pemerintah pusat adalah bagian yang terpenting dari sebuah pemerintahan” sudah saatnya ditinggalkan. Dunia dalam kacamata TI saat ini adalah dunia tentang pribadi orang per orang, bukan negara (state). Dunia yang saat ini, menurut pencetus ide “The Third Way Anthony Giddens dengan teori strukturasi modernisnya, sedang bermetamorfosa dari swapraja menuju swakelola.

Pilihan Strategi Pemanfaatan TI

TI modern memungkinkan kerjasama yang luar biasa antar masyarakat, pelaku ekonomi dan negara. Sebuah paradoks: karena ekonomi global makin membesar, maka negara-negara yang mengambil peran akan semakin mengecil. Tanpa TI, informasi tidak ada, dan tanpa informasi maka semua kegiatan akan berhenti.

Globalisasi, dalam hal informasi dan dilihat dari kacamata TI, jelas adalah keniscayaan. Tak ada jalan untuk mundur lagi. Menurut Amartya Sen, pemenang hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 1998, teknologi harus berpihak dan mengabdi pada manusia. Maka yang harus dilakukan dalam konteks perkembangan TI dan globalisasi ini adalah membangun kembali keberpihakan TI melalui strategi yang membela mereka yang selama ini ditinggalkan dan diabaikan dalam arus globalisasi.

Bagaimana memulai? Pertama, dari yang lokal, yaitu dengan memberikan kesempatan pada yang kecil. Dengan populasi mencapai 2,1 juta unit usaha yang “tahan banting” –sudah teruji dalam krisis ekonomi—maka pengusaha kecil, menengah dan koperasi merupakan sasaran pokok yang harus didorong dan diberdayakan dalam memanfaatkan TI untuk melakukan perdagangan elektronik karena keterbatasan modal, sumber daya manusia dan keahlian.

Kedua, adanya infrastruktur perangkat keras ataupun lunak. Dalam hal ini, pemerintah harus mempunyai visi yang jelas. Dulu Indonesia pernah mempunyai konsep Nusantara 21, yang sebenarnya sudah diresmikan penggunaannya pada akhir 1996. Konsep ini harus diakui meniru konsep Singapore One, dan juga Malaysia Supercoridor. Implementasinya pun saat itu sudah ada, yaitu dengan banyak munculnya wasantara.net, hasil kerjasama antara PT Telkom dan PT Pos dan munculnya banyak ISP. Tapi konsep Nusantara 21 terhenti dan terganggu karena krisis ekonomi dan politik. Sekarang, konsep ini sebenarnya bisa dilanjutkan lagi karena embrionya sudah muncul di masyarakat yang berupa ISP, warnet dan lain-lain. Mungkin ini akan lebih mudah karena dulu Nusantara 21 itu sebuah proyek menara gading yang di bawahnya masih kosong. Nah, sekarang tinggal pemerintahnya. Adakah visi ke sana?

* Penulis adalah Sekretaris Jenderal Uni Sosial Demokrat Jakarta, Sekretaris Yayasan Elsppat Bogor dan Staf Pengajar Luarbiasa Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti Jakarta. Saat ini sedang meneruskan program studi magister sains di bidang Sistem Informasi di Departemen Komputasi, University of Manchester – Institute of Science & Technology (UMIST), Manchester, Inggris.

Bibliotik :

  1. Giddens, Anthony, Third Way and Its Critics, Polity Press, London, 2000
  2. Murray, Denise E., Knowledge Machine : Language & Information in a Technological Society, Longman Publisher, Singapore, 1995
  3. Ohmae, Kenichi, The End of The Nation State – The Rise of Regional Economies, London: Harper Collins, 1995
  4. Sen, Amartya, Employment, Technology & Development, Oxford University Press, 1975
  5. Sen, Amartya, The Standard of Living, Cambridge University Press, 1985

Referensi Elektronik :

  1. Saturday, 10 February 2007 at 4:58 am

    boleh juga

  2. hana
    Tuesday, 27 February 2007 at 5:44 am

    saya sangat tertarik..

  3. Tia
    Sunday, 29 April 2007 at 11:53 am

    sebagai mahasiswa Hubungan Internasional, bahasan mengenai globalisasi ini jelas menjadi hal yang patut untuk saya bahas juga baik itu di dalam kelas maupun di dalam kehidupan saya sebagai penstudi HI….

    Tapi saya rasa, bagaimanapun juga globalisasi (di bidang apapun) tetaplah milik mereka yang memiliki akses dan kemampuan untuk menuju apa yang banyak orang sebut sebagai globalisasi….

    Yang menjadi pertanyaan saya kemudian, bagaimana caranya agar ‘globalisasi’ ini dapat dirasakan manfaatnya bagi semua pihak, dan membuat negara – negara berkembang kaya negara kita ini menjadi lebih mandiri lagi… bukannya malah makin bergantung dengan negara – negara dengan power yang sangat besar.. terlebih soal IT ini di mana kuncinya masih ada di negara – negara core kaya Amerika dan temen2nya itu…?

  4. Siska
    Monday, 7 May 2007 at 8:07 am

    bagus banget ngebantu tugas PTI gw.. teknologi informasi gw tugasnya banyak bgt.

    FE Univ. Tarumanagara Grogol

    • Saturday, 20 April 2013 at 12:38 am

      FE Univ. Tarumanagara Grogol deket rumah aku tuh.. 🙂

  5. Harsoyo
    Tuesday, 26 June 2007 at 10:33 pm

    Cukup bagus dan trima kasih, karena artikel ini cukup membatu saya dalam rencana penelitian saya tentan pengaruh IT di dalam proses pembelajaran di sekolah
    sekali lagi trima kasih

  6. Friday, 20 July 2007 at 9:57 am

    sebagai pelajar,saya suka dengan kemajuan teknologi modern.karena bisa membantu dan memudahkan saya dlm menyelesaikan tugas.saya juga bisa menikmati globalisasi dgn bergaul.Thanks a lot and success

  7. Alvin
    Monday, 23 July 2007 at 1:25 am

    saya cukup tertarik dgn ulasan tentang globalisasi di atas.. cukup menggugah pemerintahkah?

  8. Dita
    Friday, 14 September 2007 at 4:36 am

    terimakasih atas tulisannya karena sangat membantu pencarian tugas saya

  9. ninja turtles
    Sunday, 16 September 2007 at 5:39 am

    sebagai mahasiswa TI saya suka bgt tentang artikel yang berbau teknologi yang sangat berhubungan dengan globalisasi yang melanda seluruh dunia…..

  10. nova debbie
    Tuesday, 9 October 2007 at 1:16 pm

    terima kasih buat artikelnya karena dapat membantu saya dalam membuat tugas saya. thank you so much!!!!!!

  11. Saturday, 10 November 2007 at 1:14 am

    kawan-kawan semua, maaf ini dibalas borongan. saya baru saja “cuti” menulis. syukurlah kalau artikel ini dianggap baik dan bisa membantu. jangan kapok meninggalkan komen walau saya jarang balas, ya .. 🙂

    salam dan semoga sukses dalam belajar juga!

    y

  12. Saturday, 24 November 2007 at 1:03 pm

    mau artikel nya dunx..
    utk bntu dlm pmbwtan tugas TIK

  13. Friday, 30 November 2007 at 5:07 am

    Artikelnya cukup asyik….

  14. Wednesday, 12 December 2007 at 3:33 am

    artikelnya kren banget, saya harap artikel sepererti ini lebih ditingkatkan, n makasih soalx makalah saya selesai juga

  15. Tuesday, 25 December 2007 at 10:18 am

    gag ngerti agh

  16. Megitta
    Monday, 21 January 2008 at 12:16 pm

    Terima ksih atas artikelnya, menurut saya amat menarik untuk dibaca dan sangat membantu untuk tugas.

  17. sule
    Thursday, 31 January 2008 at 9:19 am

    globalisasi bikin hancur!!!!!!!

  18. sari XII IPA2
    Sunday, 3 February 2008 at 3:52 am

    mw dunk informasinya…buag tugas ppkn ma buk purba….

  19. sari XII IPA2
    Sunday, 3 February 2008 at 3:54 am

    duh….ge pusing nie…bantuin cari tugas PPKN na ya…please

  20. minus
    Wednesday, 5 March 2008 at 12:33 pm

    waw….detail bgt!!!
    top dah!!

    tugas PKNq terbantukan..
    thx yah!!

  21. Friday, 14 March 2008 at 8:21 am

    duwh makacii nie info na byk sekali,,,,
    sangking byk na bikin pusing aja yg mana yg mau di baca.

    • Enda
      Monday, 3 September 2012 at 12:19 pm

      Wooh. . .banyak tenan artikel nya sampek capek baca nya

  22. tyaz
    Tuesday, 10 June 2008 at 12:32 am

    thx tulisannya..

  23. uki
    Thursday, 16 October 2008 at 3:20 am

    kurang mendetail, terlalu umum

  24. idriya
    Wednesday, 26 November 2008 at 9:23 am

    artikel lo sok tahu……………………………………….!

  25. bo oy
    Wednesday, 14 January 2009 at 7:48 am

    bikin nu ges jadi wae lah

  26. Thursday, 12 March 2009 at 5:30 pm

    mantab…memang globalisasi ini datang tanpa filter dan kita sendiri yang harus memfilter…

  27. vHelanDhika
    Thursday, 26 March 2009 at 8:44 am

    kalau aspek-aspek yang mempengaruhi globalisasi apa-apa ja ya???????

  28. utamanusanegara
    Tuesday, 14 April 2009 at 12:52 pm

    keren men

  29. dhe
    Saturday, 15 August 2009 at 3:28 am

    baguuuuuuuuuuuuuuuuuuuus buat tugas saya

  30. cr.vungky
    Saturday, 22 August 2009 at 4:42 am

    greattttt!

  31. Fajar
    Monday, 2 November 2009 at 6:05 am

    saya sebagai mahasiswa fikom Univ. Moestopo Jkrta sangat mendukung kemajuan TI yg saat ini berkembang sangat pesat. Walaupun ada beberapa dampak negatif dari perkembangan Teknologi tersebut.

  32. iChA
    Sunday, 3 January 2010 at 10:14 am

    bAgUs BaNgEtTtTtT…………………….

  33. Wednesday, 10 February 2010 at 10:54 am

    SAYA SANGAT MENDUKUNG TENTANG TI UNTK NASA DEPAN PERKEMBANGAN DAN INFORMASI……………….??????????!!!!!!!!!!!!!

  34. Ayu
    Thursday, 11 February 2010 at 2:23 pm

    MuNgKIn GlObAlIsAsI aKaN bSa meMbAnTu kTa BGiMnA CRaX mEngEtAhUi PErKeMbAnGan D’InDoNeSia, , , ,
    mAjU TErUzZ iNdOnEsIa

  35. Friday, 19 February 2010 at 2:25 pm

    globalisasi ada kemajuan bagi bangsa indonesia……

  36. elza
    Monday, 1 March 2010 at 11:46 am

    thx…
    dah jdi smber boat bikin makalah q..

  37. chandzzz
    Monday, 10 May 2010 at 1:22 pm

    bagaimana cara anda dalam menghadapi globalisasi di bidang sosial. ?

  38. riza fauzi rahman hakim
    Wednesday, 4 May 2011 at 12:02 pm

    Mas, saya tertarik sama artikelnya. saya bermaksud mengutip sebagian usi artikel, untuk penulisan ilmiah. tapi saya butuh sumber yang resmi, bukan dari website/blog nya mas, semacam jurnal gituh. katanya khan dimuat di jurnal wacana Elsppat, tapi saya cek di situsnya g ada. mohon minta keterangan, jurnal elsppatnya, tahun berapa, no berapa, untuk pengutipan resmi. hatur nuhun

  39. bulann
    Thursday, 7 July 2011 at 3:02 am

    GREAATT !!!!!

  40. Thursday, 11 August 2011 at 4:48 am

    Menarik untuk dipelajari. ;D

  41. satria tarigan
    Sunday, 27 November 2011 at 12:53 pm

    suatu informasi yg sungguh sungguh berarti,semoga kemajuan TI di dunia bsa lebh canggh dan lebih merata lg,supaya rakyat”dpt tau perkembangan dunia,trims.i like it

  42. Tuesday, 24 January 2012 at 7:31 am

    bagus banget tapi g’ada yg ekonomi sosial budaya makanan minuman

  43. Saturday, 11 February 2012 at 7:17 am

    It’s so GOOD agreement.., 😀

  44. dewi masitoh
    Tuesday, 6 March 2012 at 12:42 am

    menurut saya ini sangatlah bagus…..like this pkokx

  45. Nina Cryle Mutezz
    Thursday, 10 May 2012 at 2:05 pm

    terima kasih informasinya…

    🙂

  46. Sunday, 13 May 2012 at 5:44 am

    -_-

  47. Faiz gendut
    Monday, 3 September 2012 at 12:21 pm

    Wooh. . .banyak tenan artikel nya sampek capek baca nya

  48. rahma
    Wednesday, 10 October 2012 at 4:01 am

    thanks infonya 🙂

  49. Tuesday, 30 July 2013 at 8:06 pm

    You actually make it seem so easy with your presentation but I find this matter to be really something that I think I would never understand.
    It seems too complex and extremely broad for me.
    I’m looking forward for your next post, I will try to get the hang of it!

  50. Monday, 5 August 2013 at 9:04 pm

    You could certainly see your skills within
    the work you write. The world hopes for more passionate writers such as you
    who are not afraid to mention how they believe. Always
    follow your heart.

  51. Sunday, 11 August 2013 at 2:40 am

    I read this article fully concerning the difference of hottest and earlier technologies, it’s amazing article.

  52. Sunday, 18 August 2013 at 12:40 am

    It’s very trouble-free to find out any topic on net as compared to books, as I found this article at this web site.

  53. Friday, 23 August 2013 at 3:53 pm

    naturally like your web site however you have to check the spelling on quite a few of your posts.
    Many of them are rife with spelling issues and I find it very troublesome
    to tell the reality however I’ll surely come back again.

  1. Wednesday, 8 August 2012 at 2:01 pm
  2. Saturday, 9 February 2019 at 11:59 am

Leave a reply to Enda Cancel reply